Drugs Trafficking

IDrugs trafficking atau Illegal drug trade atau perdagangan gelap narkoba adalah istilah untuk sebuah pasar gelap global yang meliputi penanaman, pengolahan, distribusi, dan penjualan narkoba secara ilegal. Sedangkan narkoba (narkotika dan obat berbahaya) sendiri adalah istilah yang merujuk kepada narkotika dan obat-obat terlarang, yakni sejenis obat tapi tidak dipergunakan sebagai obat dalam dunia kedokteran, seperti opium, ekstasi, morfin, mariyuana, heroin, dsb. Pada awalnya narkotika merupakan alat yang bersifat meditatif untuk mengobati rasa sakit yang dikenal dengan sebutan “candu”. Namun, seiring dengan perkembangannya, narkotika telah mengalami pergeseran fungsi dan manfaat, Ketika pada zaman modern ini narkotika mulai menjadi bagian dari gaya hidup konsumerisme dilihat dari dosis yang dikonsumsi dan tujuan mengonsumsinya.Narkotika mulai diperdagangkan oleh pedagang bangsa Arab di negara China. Sekitar abad XVIII, China mulai mengimpor narkotika dari India melalui pedagang Portugis. Abad XIX, perdagangan Inggris menggeser perdagangan Portugis dalam monopoli suplai opium melalui East Indian Company. 

Akibat pengaruh buruknya terhadap masyarakat, tahun 1796 Kaisar China memberlakukan pelarangan penggunaan opium, dilanjutkan dengan menyita candu milik Inggris pada tahun 1839, tindakan yang memicu Perang Candu pada tahun 1840-1842. Perang inilah yang kemudian menjadi penyebab mengapa Hongkong harus diserahkan pada Inggris hingga tahun 1997, sebagai kompensasi kekalahan China dalam perang ini. Namun demikian, sejarah kelam terbukti tak menjadi penghambat bagi perkembangan narkoba untuk menjadi komoditi kelas dunia. Bahkan China sendiri yang jelas-jelas pernah menjadi korban barang jahat tersebut tak mampu melepaskan diri dari jerat perdagangan narkoba yang makin merusak. Bahkan termasuk salah satu negara dengan kasus terbanyak di kawasan Asia bersama Indonesia, Pakistan, Thailand, Indonesia, Afganistan, Laos, dan Myanmar. 

Nominal transaksi perdagangan narkoba dunia saat ini mencapai US$ 400 miliar atau hampir setara dengan 4.000 triliun, yang juga berarti bahwa transaksi narkoba per harinya mencapai lebih dari satu triliun, dan terus bertambah setiap saatnya Laporan UNODC (United Nation on Drug and Crime) tahun 2003 menyebutkan, sekitar 200 juta orang atau sekitar 5% penduduk di seluruh dunia adalah pengguna narkoba, dengan usia 15-64 tahun, dengan perkiraan 140 juta penguna ganja, 8 juta pengguna heroin, 13 juta menggunakan kokain, dan 30 juta pengguna obat terlarang lainya seperti ekstasi, shabu, dan pil psikotropika. Terbongkarnya jaringan mafia pengedar narkotika dan obat obatan di sejumlah wilayah di Indonesia Desember 2007 lalu, disusul dengan penangkapan sejumlah artis dan penyanyi Indonesia yang terlibat dengan benda mematikan itu, menunjukkan pasar narkoba di Indonesia kian menakjubkan. 

Jalur distribusi narkoba ke dan dari Indonesia memperlihatkan jaringan gelap narkoba yang makin luas. Melihat jalur distribusinya Indonesia bukan lagi merupakan daerah transit tetapi sudah menjadi daerah tujuan dan produksi. Penemuan pabrik narkoba terbesar di Tangerang maupun Batu, Jawa Timur menjadi contoh nyata. Baukan hanya itu, bahkan di empat kota lain juga ditemukan pabrik yang beroperasi di bidang yang sama, di Batam, Riau dan 1 di Pluit, Jakarta Utara, dan ternyata ada 4 lokasi lain. Namun tidak disebutkan lokasinya. 

Dewasa ini memang sangat sulit untuk menyatakan bahwa ada negara yang tidak terlibat dalam praktik perdagangan gelap narkotika dunia. Sebab mata rantai sindikat illegal drugs trafficking oleh mafia-mafia kriminal sudah begitu kompleksnya, tak terkecuali Indonesia. Data yang dikeluarkan oleh Badan Narkotika Nasional (BNN), akhir 2007 lalu bahwa Indonesia sekarang sudah menjadi pasar terbesar bagi perdagangan narkoba internasional. Hal ini tidak mengherankan mengingat sejak tahun 2005 Indonesia sudah masuk dalam tiga besar peredaran narkoba dunia (terutama untuk jenis sabu), dan berada diurutan ketiga setelah Cina dan Amerika Badan Narkotika Nasinal (BNN) Nasional RI mengungkapkan, jalur peredaran narkotika secara ilegal ke Indonesia itu paling banyak berasal dari wilayah segitiga emas (Thailand, Myanmar, dan Laos). Pemasok lainnya berasal dari Iran, Pakistan, dan Afganishtan, yang produksinya sudah hampir mencapai 4.000 ton per tahun 

Lebih lanjut, juga dikatakan bahwa pengedar hingga produsen narkotika dan psikotropika yang masuk ke Indonesia didominasi oleh warga Afrika, sedangkan bahan-bahan pembuat obat-obatan psikotropika yang dikerjakan oleh orang Indonesia kebanyakan didatangkan dari Malaysia dan Hongkong. Selain itu, BNN juga menambahkan bahwa peringkat teratas peredaran narkoba di Indonesia berada di Jawa Timur. 



Data terbaru yang dikeluarkan akhir Januari 2008 mengungkap bahwa saat ini, di Indonesia terdapat sekitar 557.000 orang pecandu heroin, dan sekitar 2,9 hingga 3,2 juta orang menyalahgunakan narkoba. Rata-rata penggunaan heroin per pecandu per hari mencapai 0,1 gram. Dengan demikian, konsumsi narkoba bagi pecandu di Indonesia mencapai 1,6 ton perbulan. Kondisi ini menyebabkan angka kematian akibat narkoba di Indonesia mencapai 15.000 orang pertahun. Bahkan secara terpisah, UNODC (United Nations On Drugs and Crime), menempatkan Indonesia sebagai salah satu negara penyuplai ganja terbesar di Asia Tenggara. Belum cukup, dalam satu studi yang dilakukan di Australia oleh Dewan Nasional Australia untuk Obat-obat Terlarang, ditemukan bahwa terjadi peningkatan kasus perdagangan narkoba di Indonesia dan China. 

Secara umum, masalah peredaran drugs merupakan masalah serius yang dihadapi dunia saat ini. Indonesia bukanlah satu-satunya negara diwilayah Asia Tenggara yang terkait dengan jaringan perdagangan narkotika dan obat-obatan terlarang di Asia Tenggara. Namun, beberapa tahun terakhir perkembangan upaya preventif terhadap penyebaran narkoba di wilayah Asia Tenggara cukup menunjukkan perubahan berarti ke arah yang lebih baik. Hal ini didukung oleh adanya keinginan bekerjasama dari pemerintah negara sekawasan untuk memulihkan kondisi perekonomian di negaranya, dimana bidang ekonomi tersebut merupakan ekses langsung yang paling dapat dirasakan sebagai efek negatif dari tindakan sindikat perdagangan narkotika ilegal yang pada umumnya didapatkan melalui pencucian uang hasil peredaran. 

Banyak pihak yang mengakui bahwa sangat sulit memutuskan mata rantai sindikat perdagangan gelap narkoba karena pasar dunia telah terlanjur keranjingan narkoba dengan segala “keuntungan haram” yang sangat menjanjikan dibaliknya. Selain itu, banyak negara yang justru menjadikan narkoba sebagai pendapatan petani dan penduduknya, seperti kokain di Amerika Selatan, opium di Afganishtan, dan wilayah pegunungan di Asia Tengah, serta negara-negara di segitiga emas. Masalah semakin rumit karena dihadapkan pada kenyataan bahwa banyak diantara pedagang narkoba yang tidak membayar pemasok mereka dengan uang, melainkan dengan produk narkoba, sehingga terjadi pola hubungan sirkulatif dalam perdagangan narkotika dengan bahan candu yang variatif meski dengan aktor yang tetap. 

Masalah lain dalam penegakan hukum antipencucian uang adalah pembuktian. Apalagi, kejahatan pencucian uang bukan merupakan kejahatan tunggal, tetapi ganda. Tuntutan akan suatu perbuatan pencucian uang mengharuskan pembuktian dua bentuk kejahatan sekaligus, yakni pembuktian perbuatan pencucian uang (follow up crime) itu sendiri dan pembuktian bahwa uang tersebut adalah ilegal. Peran PPATK, penyedia jasa keuangan, dan masyarakat akan menentukan sukses tidaknya pemberantasan pencucian uang di Indonesia.Hal lain yang turut memegang andil dalam mempersulit penegak hukum untuk melakukan tindakan represif adalah berkembangnya jenis narkotika yang lebih mudah dikontrol tanpa menghilangkan euphoria, meskipun di Indonesia sendiri peraturan mengenai produksi dan konsumsi jenis narkotika yang legal telah ditetapkan dalam UU no.22 tahun 1997 Bab V pasal 32. Di samping itu, banyak diantara obat-obatan itu kini diproduksi secara legal di pabrik farmasi. Belum lagi adanya kenyataan bahwa di kalangan penegak hukum sendiri kurang terjalin koordinasi yang cukup baik, pihak internasional dan domestik. Adanya organisasi-organisasi pelindung (biasa dikenal dengan istilah gembong narkoba) yang sangat berkuasa, turut menyulut instabilitas dan ketidakamanan serta mempersulit pemerintah untuk menegakkan kaidah hukum. Sering didapati sejumlah pejabat di suatu negara harus tewas di tangan mafia karena berusaha memerangi eksistensi mafia narkotika di negaranya. Meleburnya batas negara atas nama globalisasi semakin mempersulit upaya pemberantasan perdagangan gelap narkoba. Globalisasi menghilangkan pengecekan antar negara, mempermudah peredaran uang antar negara sehingga memudahkan pencucian uang. Parahnya lagi, saat ini diduga ada beberapa negara yang secara terselubung ikut andil dalam mensponsori perdagangan narkoba ini. Seperti baru-baru ini, Amerika Serikat mengungkapkan besarnya kemungkinan keterlibatan Korea Utara dalam perdagangan narkotika yang disponsori negara. Tudingan ini mengutip bukti penahanan sebuah kapal yang dicurigai mengangkut 125 kg heroin, yang diperkuat kesaksian pekerja partai Korut. Perdagangan narkotika oleh negara adalah suatu konspirasi antara para pejabat tingkat tinggi dari partai atau pemerintah yang berkuasa dan bawahan mereka untuk menanam, membuat, dan atau memperdagangkan narkotika dengan pengampunan hukuman melalui pemanfaatan -tetapi tidak terbatas pada aset-aset yang dimiliki negara. 

Tag : Hukum
0 Komentar untuk "Drugs Trafficking"

Back To Top