PENGERTIAN PERGAULAN PENDIDIKAN.

PERGAULAN PENDIDIKAN. 

Sebelum kita mengkaji lebih lanjut tentang pergaulan pendidikan, terlebih dahulu kita harus mengetahui arti dari pendidikan itu sendiri. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan pembelajaran agar pesrta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spritual, keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta kecerdasan yang diperlukan dirinya dan masyarakat. 

Pendidikan adalah berlainan dan berubah mengikut tujuan,tugas dan tempat Dalam Bahasa Inggeris . “education” atau pendidikan dikatakan berasal dari perkataan Latin “educare” yang bermakna memelihara dan mengasuh anak . Walau bagaimanapun ramai ahli pendidik tidak menghadkan proses ini kepada kanak-kanak tetapi memikirkannya sebagai suatu proses pemeliharaan Mengikut John Dewey, Pendidikan adalah satu proses pertumbuhan dan perkembangan. Beliau memandangkan pendidikan sebagai satu usaha mengatur pengetahuan untuk menambahkan lagi pengetahuan semulajadi yang ada pada seseorang individu itu . Bagi James Mill pula, pendidikan adalah satu proses memberi pertolongan maksimum kepada setiap anggota satu-satu masyarakat supaya hidup dengan penuh keselesaan serta kegembiraan Manakala menurut John Macdonald, dalam bukunya “A Philosophy Of Education” makna pendidikan jelas dilihat dengan membandingkan masyarakat primitif dengan masyarakat moden. Dalam masyarakat primitif, makna pendidikan ialah latihan vokasional. Kanak-kanak dalam masyarakat primitif perlu diajar bagaimana menggunakan alat-alat serta senjata kuno, bagaimana menangkap ikan dan mempertahankan diri supaya dapat mengekalkan taekonomi puaknya. Dalam masyarakat moden, unsur-unsur asas pendidikan masih sama, apa yang berbeza dalam masyarakat ini pengetahuan disampaikan secara langsung, Seorang guru yang tinggi ilmu pengetahuan serta kemahiranya adalah amat diperlukan. Oleh itu jelaslah bahawa pendidikan adalah merupakan satu proses menolong dan memajukan pertumbuhan dan perkembangan seseorang individu dari semua aspek iaitu Jasmani , akal , emosi, sosial , seni dan juga moral untuk mengembangkan individi supaya hidup dengan sempurna serta memperkembangkan bakatnya untuk kepentingan diri dan menjadi ahli masyarakat yang berguna. 

Pendidikan yang sebenarnya berlaku dalam pergaulan antara orang dewasa dan anak. Pendidikan memang kita dapati dalam pergaulan antara orang dewasa dan anak. Pergaulan antara orang dewasa dan orang dewasa tidak disebut pergaulan pendidikan(pergaulan pedagogis) sebab didalam pergaulan itu orang dewasa menerima dan bertanggung jawab sendiri terhadap pengaruh yang terdapat dalam pergaulan itu. 

Jadi, pergaulan pedagogis hanya terdapat antara orang dewasa dan anak ( orang yang belum dewasa). Tetapi, kita harus ingat bahwa tidak tiap-tiap pergaulan antara orang dewasa dan anak bersifat pendidikan. Banyak pergaulan dan hubungan yang bersifat netral saja, yang bersifat pedagogis, misalnya, orang tua menyuruh mengambil kaca mata bukan karena bermaksud mendidik, melainkan karena ia sendiri enggan mengambil. Misalnya lagi, seorang yang berproganda untuk menjual buku-bukunya yang bersifat cabul kepada anak-anak, tidak dapat dikatakan pergaulan pedagogis. 

Satu-satunya pengaruh yang dapat dinamakan pendidikan ialah pengaruh yang menuju kdewasaan anak: untuk menolong anak menjadi orang yang kelak dapat dan sanggup memenuhi tugas hidupnya atas tanggung jawab sendiri. 

Pergaulan pedagogis itu bersifat : 

1. Di dalam pergaulan ini ada pengaruh yang sedang dilaksanakan; 

2. Ada maksud bahwa pengaruh itu dilaksanakan oleh orang dewasa (dalam berbagai bentuk, misalnya, berupa sekolah, pengajian, buku-buku, pelajaran, dan sebagainya) kepada orang yang belum dewasa. 

3. Pengaruh ini diberikan atau dilaksanakan dengan sadar dan diarahkan pada tujuan yang berupa nilai-nilai atau norma-norma yang baik yang akan ditanamkan dalam diri anak didik atau orang yang belum dewasa. 

Pergaulan itu disebut pergaulan pedagogis jika orang dewasa atau si pendidik sadar akan kemampuannya sendiri dalam tindakannya terhadap anak yang “tidak mampu apa-apa” itu, tetapi disamping itu, ia masih ada percaya bahwa anak memiliki kemampuan untuk membantu dirinya sendiri. Lebih jelas lagi: dalam pergaulan dengan anak-anak, orang dewasa menyadari bahwa tindakannya yang dilakukan terhadap anak-anak itu mengandung maksud, ada tujuan untuk menolong anak yang masih perlu ditolong untuk membentuk dirinya sendiri. 

Dari keterangan di atas berarti pula bahwa pergaulan bisa sekoyong-koyong dapat berubah menjadi pergaulanpedagogis, seperti sekoyong-koyong pendidik terpaksa memperlihatkan suatu sikap sengaja (misalnya, memarahi memperingatkan, dan lain-lain) karena anak berbuat sesuatu yang terlarang atau tidak pantas. Tetapi pada umumnya, perubahan pergaulan biasa ke pergaulan pedagogis tidak disadari oleh anak-anak dan diterima dengan sewajarnya oleh anak. Ini suatu bukti bahwa pada dasarnya anak itu memerlukan dan suka akan pimpinan dari orang dewasa. 

Iplementasi Pergaulan pendidikan terhadap kehidupan nyata 

Jika kita mengamati pendidikan di Indonesia maka kita akan mendapatkan beberapa fenomena dan indikasi pergaulan pendidikan yang sangat tidak kondusif untuk mewujudkan Indonesia menjadi negara maju dalam bidang pendidikan apalagi dalam bidang ekonomi fenomene dan indikasi tersebut antara lain : 

1. Rendahnya mutu dan tingkat pendidikan para tenaga pengajar di semua jenjang pendidikan. 

Fenomena ini dapat ditangkap dengan mudah oleh siapa saja yang memiliki sedikit wawasan mengenai kependidikan. Walaupun tentunya penelitian ilmiah mengenai masalah ini sangat perlu dilakukan agar kesimpulan yang diambil lebih bernilai objektif. Namun secara sederhana dapat kita ketengahkan beberapa indikasi umum yang diketahui oleh banyak orang. Berdasarkan jenjang pendidikan yang telah diselesaikan oleh para pendidik, dapat kita temukan kondisi berikut ini: para guru di tingkat pendidikan dasar di Indonesia sangat jarang diantara mereka yang memiliki ijazah strata satu (S1). Rata-rata adalah tamatan sekolah menengah atau sarjana muda. Untuk tingkat pendidikan menengah pertama dan atas, maka akan kita temukan juga kondisi yang hampir sama. Tenaga pengajar ditingkat ini kebanyakan sarjana muda dan sedikit sekali yang merupakan sarjana penuh. Dan bisa dikatakan tidak ada diantara mereka yang tamatan S2. Selanjutnya untuk tingkat perguruan tinggi secara umum, dan jenjang S1 secara khusus, masih banyak sekali dosen yang hanya tamatan S1. 

Sementara itu kalau ditinjau dari segi kesiapan mereka secara ilmiah dalam aktifitas belajar mengajar, maka mayoritas dari sarjana atau tenaga pengajar yang terjun kebidang pendidikan ini tidak memiliki spesialisasi dalam bidang pendidikan. Artinya bukan lulusan dari fakultas pendidikan dan sejenisnya. Terutama untuk tingkat pendidikan menengah ke bawah. Padahal ilmu-ilmu pendidikan sangat perlu dimiliki oleh siapa saja yang menggeluti aktifitas mendidik. Karena mendidik bukanlah sekedar transfer ilmu pengetahuan dari guru kepada murid atau siswa, tetapi ia merupakan aktifitas yang komplek dan integral yang mempunyai metode dan seni tersendiri. 

2. Rendahnya kemampuan sarjana-sarjana Indonesia 

Gejala yang kedua ini merupakan akibat logis dari fenomena yang kita sebutkan di atas. Karena kapasitas dan kapabilitas para pendidik (dosen) akan berakibat lansung terhadap mutu yang mahasiswanya, baik secara positif maupun secara negatif. Dengan arti kata apabila seorang dosen memiliki tingkat akademis yang tinggi kemudian ia juga memiliki wawasan yang cukup dalam ilmu pendidikan maka besar peluang ia akan menghasilkan mahasisiwa dan mahasisiwi yang yang unggul dan lebih baik dibandingkan dengan dosen lain yang tidak memilki kriteria tersebut. Ini dapat kita ambil contoh pada beberapa perguruan tinggi baik negeri maupun swasta yang memilki kemampuan finansial yang kuat yang memungkinnya untuk mendatangkan tenaga dosen yang qualified. Dibandingkan dengan perguruan tinggi yang lain yang kebanyakan para dosennya hanya lulusan S1, maka prestasi mahasisiwanya akan sangat jauh berbeda. Apalagi ketika bersaing dalam mendapatkan peluang kerja 

3. Dekadensi moral dikalangan mahasiswa dan pelajar 

Gejala yang ketiga ini sudah menjadi rahasia umum. Bahkan tidak dapat lagi dikatakan sebagai gejala. Tapi telah menjurus kepada fenomena. Kalau dulu di awal-awal 90-an kita sudah terbiasa mendengar tawuran antara sesama pelajar dan mahasisiwa. Baik antara sekolah dan perguruan yang sama atau pun yang berbeda. Kadang penyebab dari tawuran tersebut adalah hal yang sangat sepele, seperti persaingan nama, persaingan cinta (pacaran), kesenggol di bis atau di jalan dan lain sebagainya. 

Kita tidak memungkiri adanya faktor eksternal yang sangat kuat yang menyebabkan kondisi ini. Tapi minimal ini merupakan indikator yang sangat nyata betapa jeleknya kondisi internal mereka (baca pendidikan dengan segala isinya). Karena apa yang mereka pelajari dan siapa yang mengajari mereka sudah tidak mampu lagi memberikan imunitas kepada mereka dari bahaya- bahaya luar. Sehingga ketika mereka dirasuki oleh racun-racun eksternal mereka 

LINGKUNGAN PENDIDIKAN 

Pendidikan di masyarakat adalah pendidikan nonformal yang dibedakan yang dibedakan dari pendidikan keluarga (informal) dan pendidikan sekolah (formal). Sesuai dengan UU RI No. 20 tahun 2003 tentang sisdiknas pasal 26, pendidikan nonformal diselenggarakan bagi masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah, atau pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat. 

Pendidikan nonformal berfungsi mengembangkan potensi peserta didik dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta pengembangan sikap dan kepribadian profesional. 

Pendidikan nonformal yang terdapat di masyarakat meliputi :
A. Pendidikan kecakapan hidup yaitu program pendidikan yang berpotensi mengembangkan dan mengaktualisasikan potensi sesuai dengan minat dan bakat peserta didik, dan juga kondisi, potensi, kebutuhan sekolah dan daerah. 

B. Pendidikan Anak Usia Dini adalah jenjang pendidikan sebelum jenjang pendidikan dasar yang merupakan suatu upaya pembinaan yang ditujukan bagi anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut. 

C. Pendidikan kepemudaan adalah program pendidikan yang diselenggarakan untuk mempersiapkan kader pemimpin bangsa, seperti organisasi pemuda, pendidikan kepanduan/kepramukaan, keolahragaan, palang merah, pelatihan, kepemimpinan, pecinta alam, serta kewirausahaan. Pendidikan pemberdayaan perempuan adalah program pendidikan yang diselenggarakan menunjang dan mempercepat tercapainya kualitas hidup dan mitra kesejajaran laki-laki dan perempuan. 

D. Pendidikan keaksaraan untuk meningkatkan kompetensi keaksaraan pada semua tingkatan (dasar, fungsional, dan lanjutan) bagi penduduk buta aksara dewasa secara meluas, adil dan merata untuk mendorong perbaikan kesejahteraan dan produktivitas penduduk. 

E. Pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja untuk meningkatan keterampilan dan produktivitas tenaga kerja serta mengurangi angka pengangguran. 

 Adapun dalam ruang lingkup pendidikan terdapat Satuan pendidikan nonformal yang terdiri atas: 

a) Lembaga kursus yaitu lembaga yang memberikan pengajaran kepada masyarakat tentang suatu pelajaran tertentu agar lebih fokus dan mendalami mata pelajaran/keterampilan yang dimaksud. 

b) Lembaga pelatihan yaitu lembaga yang khusus mempersiapkan calon-calon tenaga kerja di bidang perusahaan tertentu. 

c) Kelompok belajar yaitu pendidikan masyarakat yang difasilitasi oleh Pemerintah untuk siswa yang belajarnya tidak melalui jalur sekolah, atau bagi siswa yang belajar di sekolah berbasis kurikulum non pemerintah seperti Cambridge, dan IB (International Baccalureate). 

d) Pusat kegiatan belajar masyarakat yaitu lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang bergerak dalam bidang pendidikan. PKBM ini masih berada di bawah pengawasan dan bimbingan dari Dinas Pendidikan Nasional. PKBM ini bisa berupa tingkat dusun, desa ataupun kecamatan. 

e) Majelis taklim yaitu pendidikan nonformal yang bertujuan untuk membina dan mengmbangkan ajaran islam dalam rangka membentukmasyarakat yang
bertaqwa kepada Allah SWT. 


 Pendidikan Jalur Formal, Nonformal, dan Informal 

Selain pendidikan yang dapat dikategorikan ke dalam pendidikan formal, nonformal, dan informal, ada pendidikan yang dapat diselenggarakan baik formal, nonformal, meupun informal. Macam-macam pendidikan itu adalah : 

a) Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) 

Pendidikan anak usia dini diselenggarakan sebelum jenjang pendidikan sekolah dasar agar anak memiliki kesiapan yang lebih matang untuk memasuki jenjang pendidikan selanjutnya.
Pendidikan anak usia pada jalur formal berbentuk Taman Kanak-kanak (TK), Raudhatul Athfal (RA), atau bentuk lain yang sederajat. 

2. Pendidikan anak usia dini berjalur nonformal berbentuk Kelompok Bermain (KB), Taman Penitipan Anak (TPA), atau yang lainnya. 

3. Pendidikan keagamaan, diselenggarakan oleh pemerintah dan kelompok masyarakat dari pemeluk agama, sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pendidikan keagamaan berbentuk Pendidikan Diniyah, pesantren, pasraman, pabhaja samanera, dan bentuk lain yang sejenis. 

4. Pendidikan khusus/layanan khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam proses belajar mengajar karena kelainan fisik, emosional, mental, sosial, atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa. 

 Hubungan di antara Tripusat Pendidikan 

Tripusat pendidikan saling berhubungan dan berpengaruh. Tidak hanya hubungan positif yang menuntut kerjasama tetapi hubungan negatif juga dapat menimbulkan persaingan. Keterkaitan ketiga pusat pendidikan yaitu keluarga, sekolah, dan masyarakat masing-masing memiliki fingsi tersendiri dengan satu tujuan yaitu menolong pertumbuhan dan perkembangan peserta didik secara optimal untul mencapai tujuan pendidikan yaitu menjadikan manusia yang seutuhnya, berjatidiri, memiliki integritas, dan martabat.
Tuntutan perkembangan zaman dan IPTEKS, telah menjadikan persaingan baik sadar maupun tidak sadar. Sekolah semula memperoleh otritas mendidik, karena sekolah hanyalah sebagian dari masyarakat, dan pendidikan hanyalah salah satu pranata sosial disamping pranata ekonomi, politik, teknologi, dan moral atau etika. 

Agar fungsi pendidikan dapat tercapai dengan baik, harus terjadi kerjasama yang harmonis antara keluarga, sekolah, dan masyarakat. Sejalan dengan UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang menggariskan peran serta masyarakat dalam pendidikan. 

Dewan pendidikan sebagai lembaga mandiri dibentuk dan berperan dalam peningkatan mutu pelayanan pendidikan pertimbangan, arahan, dan dukungan. Untuk itu telah terbit Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 044/U/2002, tanggal 12 April 2002. 


Lingkungan Makro Pendidikan 

Lingkungan makro pendidikan yaitu lingkungan yang lebih besar atau lebih luas yang berpengaruh terhadap semua lingkungan mikro tersebut dan bersifat global. Lingkungan makro pendidikan mempunyai arti luas terhadap : 

a) Ideologi
Ideologi berpengaruh terhadap dunia pendidikan karena ideologi menjadi landasan sekaligus tujuan setiap bentuk pendidikan. Sebagai contoh :
Bahasa Indonesia dengan Pancasila sebagai ideologi, falsafah, pandangan hidup, jatidiri, kepribadian pasti akan menjadikan Pancasila sebagai landasan tujuan pendidikan nasional.keyakinan atau agama akan melandasi dan menjadi tujuan setiap upaya pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat, dan dijamin oleh undang-undang. 

b) Politik
Politik suatu negara berpengaruh terhadap dunia pendidikan. Pendidikan tidak dapat dilepaskan dari kepentingan politik, karena kebijakan-kebijakan pendidikan ditentukan oleh golongan politik di lembaga legislatif. Pendidikan yang dikaitkan dengan pembentukan warga negara jelas tak terlepas dari kepentingan politik, hal ini karena terdapat aliran pikiran “statalisme” yang artinya menundukkan kepentingan anak didik sepenuhnya kepada negara. 

c) Ekonomi social 

Kesejahteraan masyarakat dan pendanaan pendidikan berpengaruh besar terhadap pendidikan salah satu masalah besar pendidikan Indonesia disamping masalah pemerataan dan mutu pendidikan. Tingkat ekonomi yang rendah menyebabkan banyak orang tidak mampu meraih pendidikan sebagaimana mestinya. Tingkat kesejahteraan memiliki korelasi terhadap kesejahteraan hidup. Dengan demikian timbullah deferensiasi sosial bahkan cenderung menjadi diskriminasi. 

d) Budaya
Pendidikan bermula dari budaya dan berakhir pada budaya. Karena budaya yang menjiwai seluruh proses pendidikan. Kebudayaan menuntun pendidikan. Makin tinggi pendidikan seseorang maka makin berbudaya. 

e) Militer dan Pertahanan 

Proses pendidikan memerlukan ketahanan dan keamanan fisik (lahir) maupun batin (mental). Dalam keadaan kacau pada sebuah negara seperti peperangan, pendidikan tidak dapat berjalan secara wajar tapi dalam keadaan kacau tersebut dapat menjadi pelajaran yang bermakna. Pertahanan dan keamanan suatu bangsa menjadi materi pendidikan kewarganegaraan dalam rangka membentuk warga negara yang baik. 

f) Era globalisasi 

Era globalisasi telah menimbulkan dehumanisasi dan memperkuat materialisme. Perkembangan teknologi yang canggih di sisi lain membuat anak didik diperalat seperti robot. Sekolah tidak lagi bersifat edukatif dan kreatif melainkan hanya menyiapkan tenaga atau mesin industri. Era globalisasi sebagai lingkungan pendidikan di satu sisi menimbulkan modernisasi, tetapi di sisi lain dapat menimbulkan dominasi negara maju terhadap negara berkembang. Demikian lingkungan global tehadap dunia pendidikan. Hal ini menjadi tantangan yang tidak ringan bagi dunia pendidikan di Indonesia, maka dalam rangka menghadapi era modernisasi dan postmodernisme pendidikan harus bangkit dan kembali pada jalur yang benar.
Tag : Pendidikan
0 Komentar untuk "PENGERTIAN PERGAULAN PENDIDIKAN. "

Back To Top