Susunan dan Isi Putusan Dalam Persidangan



Susunan dan Isi Putusan 

Mengenai bentuk dan isi putusan Hakim diatur dalam pasal 183 dan 184 HIR/pasal 194 dan 195 R.Bg. Ada 2 (dua) macam keputusan hakim sebagai produk/hasil pemeriksaan perkara di persidangan, yaitu Penetapan dan Putusan.

Yang dimaksud dengan Penetapan ialah keputusan Pengadilan atas perkara permohonan (voluntair), sedangkan Putusan adalah ke­putusan Pengadilan atas perkara gugatan berdasarkan adanya sengketa (kontentius), demikian penjelasan pasal 60 UU No. 7/1989.

Surat Putusan

Putusan Hakim harus dibuat secara tertulis dan ditanda tangani se­bagai dokumen resmi. Suatu putusan hakim, terdiri dari 4 bagian yaitu:
1) Kepala Putusan.
2) Identitas Para pihak.
3) Pertimbangan (konsideran) yang memuat tentang "Duduknya Perkara" dan "Pertimbangan Hukum".
4) Amar atau diktum putusan.

Secara rinci, maka Surat putusan harus dibuat menurut ketentuan serta memuat hal-hal sebagai berikut:

1. Judul dan Nomor Putusan. - Judul:PUTUSAN
- Nomor Putusan sama dengan nomor perkara (SEMA Nc 32/TUADA - AB/III/-UM/IX/93 tanggal 11 Septembe 1993).
Misalnya: Nomor 100/Pdt.G/1994/PA/Btl.

2. Tanggal Putusan.
- Yaitu saat hari dan tanggal pengucapan putusan dalan sidang yang dinyatakan pada akhir putusan.

3. Kepala Putusan 
Kalimat "BISMILLAHIRRAHMAANIRROHIIM"
- Diikuti dengan "DEMI KEADILAN BERDASARKAI KETUHANAN YANG MAHA ESA" (pasal 57 ayat (2 UU-PA).

4. Nama dan tingkat peradilan yang memutus perkara.
- Misalnya:
1. Pengadilan Agama Jakarta Pusat yang mengadili perkar, perdata pada tingkat pertama dalam persidangan Majelis, telah menjatuhkan putusan seperti tersebut di bawah ini dalam perkara antara:
2. Pengadilan Tinggi Agama Yogyakarta yang mengadil perkara perdata pada tingkat banding dalam persidangan Majelis telah menjatuhkan putusan dalam perkara antara

5. Tentang duduknya perkara.
- Menggambarkan dengan singkat tetapi jelas dan kronologi: tentang duduknya perkara, mulai dari usaha perdamaian dalil-dalil gugat, jawaban tergugat, replik, duplik, bukti­bukti dan saksi-saksi, serta kesimpulan para pihak. Menggambarkan bagaimana Hakim dalam mengkonstatir dalil-dalil gugat/peristiwa yang diajukan para pihak.

6. Tentang hukumnya/pertimbangan hukum.
- Menggambarkan tentang bagaimana hakim dalam meng­kwalifisir fakta/kejadian.
- Penilaian Hakim tentang fakta-fakta yang diajukan. 
- Hakim mempertimbangkannya, secara kronologis dan rinci setiap item, baik dari pihak penggugat maupun tergugat.
- Memuat dasar-dasar hukum yang dipergunakan oleh hakim dalam menilai fakta dan memutus perkara, baik humuk tertulis maupun yang tidak tertulis (misalnya dalil syar'i dan sebagainya).

7. Amar putusan
- Menggambarkan tentang konstituiring hakim terhadap per­kara itu.
- Amar merupakan kesimpulan akhir yang diperoleh oleh Hakim atas perkara yang diperiksanya, unruk mengakhiri sengketa.
- Amar putusan dapat berupa:
a) "Tidak menerima gugatan penggugat", atau "Menyata­kan gugatan penggugat tidak diterima".
b) "Mengabulkan gugatan penggugat seluruhnya", kemudian dirinci satu persatu isi amar putusan.
c) "Mengabulkan gugatan penggugat untuk sebagian", kemudian dirinci satu persatu yang dikabulkan, dan dilanjutkan dengan "menolak/tidak menerima untuk selebihnya", jika hanya satu point yang ditolak, biasanya disebutkan dengan tegas.
d) "Menolak gugatan penggugat seluruhnya".
- Apabila persyaratan formal suatu gugatan tidak terpenuhi, maka amar putusan akan berbunyi "Tidak menerima gugat­an penggugat".
- Apabila gugatan dinyatakan tidak terima, maka pokok perkara tidak perlu diperiksa/belum diadili.
- Apabila dalil gugat dibenarkan dan terbukti, maka amar putusan akan berbunyi "Mengabulkan gugatan Penggugat". Tetapi apabila dalil gugat tidak terbukti, maka amar putusan akan berbunyi "Menolak gugatan Penggugat".
- Sifat amar putusan dapat berupa:

1) Deklaratoir, 
yaitu menyatakan suatu keadaan/peristiwa sebagai suatu keadaan/peristiwa yang sah menurut hukum. 
Amar deklaratoir berbunyi "Menyatakan ………….” Misalnya, "Menyatakan pengangkatan anak yang dilakukan oleh pemohon (………. ………………….) terhadap anak B yang
bemama A adalah sah berdasarkan Hukum Islam". Dalam perkara voluntair, amarnya selalu bersifa deklaratoir.

2) Konstitutif, 
yaitu menciptakan suatu keadaan hukun baru yang berbeda dengan keadaan sebelum adany; putusan.
Amar yang bersifat konstitutif selalu berbunyi "Menetap kan ". Misalnya: "Menetapkan perkawinan penggugat (A) dengan tergugat (B) yang dilangsungkan pada tanggal 1 Desember 1990 di Kantor Urusan Agama Kecamatan Banguntapan Kabupaten Bantul Akta Nikah Nomor 007/XII/1990 tanggal 1 Desembe 1990, putusan karena perceraian dengan talak sartu ba’in".

3) Kondemnatoir, 
yaitu menghukum kepada salah satt pihak untuk melakukan/tidak melakukan atau menyerahkan sesuatu atau membayar sejumlah uang, dan lair sebagainya. 
Misalnya: "Menghukum tergugat untul membayar nafkah terhutang kepada penggugat selama, 3 (tiga) tahun yang semuanya sejumlah Rp. 3.000.000,- (tiga juta rupiah) tunai, setelah putusan ini mempunya kekuatan hukum tetap".

Putusan yang memerlukan eksekusi adalah putusan yank bersifat kondemnatoir, sehingga amarnya hares berbunyi. "Menghukum".

8. Pembebanan biaya perkara.
Sesuai pasal 181 HIR/pasal 706 R.Bg. yailu dibebankan pada pihak yang kalah, atau apabila sama-sama
menang dan sama-sama kalah maka biaya perkara dibebankan kepada kedua pihak dengan masing-masing membayar separoh biaya perkara.
Dalam perkara perkawinan, sesuai pasal 89 ayat (1) UU No. 7/1989, dibebankan kepada pemohon/penggugat karena dalam perkara perkawinan tidak ada pihak yang menang atau yang kalah. Sedang perkara tentang harta bersama, maka hakim dapat membebankan biaya perkara secara adil.
- Besamya biaya perkara sesuai pasal 182 HIR/sedang dalam perkara perkawinan sesuai pasal 90 ayat (1) UU No. 7/1989.
(Pasal 182.(s.d. u. dg. S . 1927-248jo. 338.) Hukuman membayar biaya perkara tidak boleh melebihi:
1. biaya kantor panitera pengadilan dan biaya meterai, yang perlu dipakai dalam perkara itu;
1. 20. biaya saksi, ahli dan juru bahasa, terhitung juga biaya sumpah mereka itu, dengan pengertian,

2. bahwa pihak yang minta supaya diperiksa lebih dari lima orang saksi tentang satu kejadian
3. tidak boleh menuntut pembayaran biaya kesaksian yang lebih itu kepada lawannya;
4. 30. biaya pemeriksaan setempat dan tindakan-tindakan lain yang bersangkutan dengan perkara
5. itu;
6. 40. gaji pegawai yang disuruh melakukan panggilan, pemberitahuan dan segala surat juru sita
7. yang lain;
8. 50. biaya tersebut pada pasal 138 ayat (6);
9. 60. gaji yang harus dibayar kepada panitera pengadilan atau pegawai lain karena menjalankan
10. keputusan hakim; semuanya itu menurut peraturan dan tarif yang telah atau akan ditetapkan
11. oleh pemerintah (Gubernur Jenderal), atau jika itu tidak ada, menurut taksiran ketua.

Pasal 90 ayat UU No. 7/1989 
(1) Biaya perkara sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 89, meliputi:
a. biaya kepaniteraan dan biaya meterai yang diperlukan untuk perkara itu;
b. biaya untuk para saksi, saksi ahli, penerjemah, dan biaya pengambilan sumpah yang diperlukan dalam perkara itu;
c. biaya yang diperlukan untuk melakukan pemeriksaan setempat dan tindakan-tindakan lain yang diperlukan oleh Pengadilan dalam perkara itu;
d. biaya pemanggilan, pemberitahuan, dan lain-lain atas perintah
e. Pengadilan yang berkenaan dengan perkara itu.

(2) Besarnya biaya perkara diatur oleh Menteri Agama dengan persetujuan Mahkamah Agung.
- Besamya biaya perkara harus dimuat dalam amar putusan (pasal 182 HIR, pasal 91 UU No. 7/1989).
- Biaya perkara terdiri dari biaya kepaniteraan dan biaya proses.

9. Hubungan amar dan petitum
- Setiap petitum harus ada amarnya.
- Amar tidak boleh melebihi petitum, kecuali yang dibolehkan Undang-undang pasal 178 HIR, pasal 41 (c) UU No. 1/ 1974, pasal 149 KHI).
- Amar merupakan jawaban dari petitum.
- Amar putusan harus didukung dengan konsideran (duduk­nya perkara dan pertimbangan hukum), Amar yang tanpa didukung konsideran dapat dibatalkan demi hukum.

10. Tanggal putusan dan pengucapan putusan.
- Tanggal diputus yaitu tanggal musyawarah hakim yang menghasilkan putusan itu.
- Tanggal diputus bisa bersama-sama dengan tanggal peng­ucapan putusan, dan bisa jugs tidak sama.
- Tanggal putusan yaitu tanggal hari pengucapan putusan dalam sidang. Pengucapan putusan harus dalam sidang terbuka untuk umum oleh Ketua Sidang dengan dihadiri oleh hakim-hakim anggota dan panitera yang turut bersidang. Hadir/tidaknya para pihak dalam sidang pengucapan putusan harus diterangkan pula dalam putusan tersebut.

11. Penandatanganan putusan.
Putusan ditandatangani oleh Ketua Sidang, Hakim-hakim Anggota dan Panitera yang turut bersidang, dengan dibubuhi materai Rp. 2.000,- (dua ribu rupiah) pada tanda tangan Ketua. Jika Ketua berhalangan untuk menandatangani surat putusan, maka hal itu dilakukan oleh anggota yang turut dalam pemeriksaan perkara itu, yang tingkat jabatann langsung di bawah Ketua, dan hal itu oleh panitera diterangkan dalam putusan itu.
Jika anggota atau panitera berhalangan menandatangani surat putusan, maka hal itu oleh panitera diterangkan dalam putusan tersebut.

Tiap-tiap halaman putusan harus dibubuhi cap Pengadik

12. Pembendelan.
- Dilakukan setelah minutasi.
- Dijahit dengan benang dan disegel.
- Dilakukan oleh Petugas Meja III.

13. Pemberitahuan isi putusan.
- Bagi pihak yang hadir dalam sidang, pengucapan putusan merupakan pemberitahuan langsung kepada yang bersangkutan.
- Bagi pihak yang tidak hadir dalam sidang maka pemberitahuan dilakukan dengan cara:

a. Ketua Majelis membuat."Penetapan" yang isinya merintahkan kepada Jurusita/Jurusita Pengganti supaya isi putusan tersebut diberitahukan kepada pihak yang tidak hadir pada sidang pembacaan putusan.

b. Petugas Meja III melanjutkan perintah kepada Jurusita/Jurusita pengganti untuk melaksanakan tugas tersebut dan memerintahkan kepada Kasir agar dikeluarkan biaya pemberitahuan.

c. Jurusita melaksanakan tugas menurut pasal 390 HIR.
- Petugas Meja III mencatat perintah tersebut dalam bagian bawah surat putusan.
- Setelah pemberitahuan tersebut dilakukan, maka Jurusita melaporkan dengan Relaas tentang hal itu kepada Meja III.
- Meja III mencatat lagi pemberitahuan itu pada surat putusan tersebut, sebagai berikut:
Dicatat di sini Putusan ini diberitahukan oleh Suma-Vono, BA.,- Jurusita Pengganti Pengadilan Agama Jayapura, kepada pihak Terguga*. langsung pribadinya, pada tanggal 12 September 1995.

Panitera,
Di cap dan diitandatngani

________________ 

14. Catatan Kekuatan Hukum Tetap.

- Jika putusan telah mempunyai kekuatan hukum tetap, dicatat pada bagian bawah putusan dan ditandatangani oleh Panitera bahwa putusan telah mempunyai kekuatan hukum tetap terhitung mulai tanggal ……….
- Tanggal kekuatan hukum tetap dicatat pula pada Register Induk Perkara yang bersangkutan.
- Dalam perkara, gugatan cerai, tanggal kekuatan hukum tetap merupakan tanggal terjadinya perceraian (pasal 81 ayat (2) UU No. 7/1989).
- Dalam perkara lainnya merupakan dasar eksekusi.
- Dalam putusan ijin ikrar talak, tanggal kekuatan hukum tetap merupakan dasar bahwa hari sidang penyelesaian ikrar talak telah dapat ditetapkan (pasal 70 ayat (3) UU No. 7/1989).

“Pasal 70 (3) Setelah penetapan tersebut memperoleh kekuatan hukum tetap, Pengadilan menentukan hari sidang penyaksian ikrar talak, dengan memanggil suami dan istri atau wakilnya untuk menghadiri sidang tersebut.

15. Salinan putusan.
- Dibuat dan ditandatangani oleh Panitera (pasal 100 UU No. 7/1989, Pasal 100
“Panitera membuat salinan atau turunan penetapan atau putusan Pengadilanmenurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku”), dan pada tiap halaman dibubuhi Cap Peng­adilan.
- Dibuat sesuai dengan keadaan putusan pada saat dikeluarkannya salinan tersebut.
- Diberi catatan pada bagian bawah salinan tersebut apakah telah/belum mempunyai kekuatan hukum tetap.
- Diberi pula catatan, kepada siapa salinan tersebut dibcrikan misalnya:

"Dicatat di sini: Salinan ini untuk pertama kali diberikan untuk pertama kali kepada dan atas permintaan Penggugat pada tanggal …..” 

16. Format Surat Putusan.
- Dibuat sebagaimana akta notaris (SEMA No. 02 th tanggal 19 Mel 1972), yakni PTN Stbl 1860 No. 3.
- Putusan ash diketik di atas kertas HVS 80 gr, dalam halaman maksimum 30 baris dan dalam satu baris maksi­mum 15 kata.
- Pengetikan dimulai dari tepi kiri 7 - 8 cm, untuk keperluan renvoi.
- Putusan asli ditandatangani oleh majelis hakim dan panitera yang turut bersidang.
- Semua perubahan/pembetulan diberi renvoi yang harus ditandatangani lengkap oleh majelis hakim dan panitcra yang turut bersidang, bukan diparaf.
- Putusan asli harus diminutasi, dijahit, dan disegel dengan cap pengadilan, dan disimpan sebagai arsip.
- Untuk salinan putusan diketik dengan kertas dorslag dan ditandatangani oleh Panitera.

                                                                                                                             Panitera

                                                                                                                  Cap Pengadilan Agama
Tag : Hukum
0 Komentar untuk "Susunan dan Isi Putusan Dalam Persidangan"

Back To Top