Macam-macam Putusan Hakim Dalam Persidangan


Macam-macam Putusan Hakim

Dilihat dari segifungsinya dalam mengakhiri perkara ada 2 (dua) macam, yaitu:
1. Putusan akhir, dan
2. Putusan sela.
3. Putusan serta merta

Kemudian jika dilihat dari segi Nadir tidaknya para pihak pada saat putusan dijatuhkan, ada 3 (tiga) macam, yaitu:
1. Putusan gugur,
2. Putusan verstek, dan
3. Putusan kontradiktoir.

Jika dilihat dari segi isin-va terhadap gugatan/perkara ada 2 (dua) macam, yaitu positif dan negatif, yang dapat dirinci menjadi . 4 (empat) macam:
1. Tidak menerima gugatan Penggugat ( = negatif).
2. Menolak gugatan Penggugat seluruhnya ( = negatif).
3. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebagian dan menolak/ tidak menerima selebihnya positif dan negatif)
4, Mengabulkan gugatan Penggugat seluruhnya positif)

Dan jika dilihat dari segi sifatnya terhadap akibat hukum yang ditimbulkan maka ada 3 (tiga) macam, yaitu:
1. Diklaratoir.
2. Konstitutif, dan
3. Kondemnatoir.

Untuk mengenal lebih jelas macam-macam putusan inj diuraikan sebagai berikut:

1. Putusan akhir.
Putusan akhir ialah putusan yang mengakhiri pemeriksaan di persidangan, baik yang telah melalui semua tahap peme­riksaan maupun yang tidak/belum menempuh semua tahap pemeriksaan.

- Putusan yang dijatuhkan sebelum sampai tahap akhir dari tahap-tahap pemeriksaan, tetapi telah mengakhiri pemerik­saan, yaitu:
a. putusan gugur,
b. putusan verstek yang tidak diajukan verzet,
c. putusan tidak menerima,
d. putusan yang menyatakan Pengadilan Agama tidak berwenang memeriksa.

Semua itu belum menempuh tahap-tahap pemeriksaan secara keseluruhan melainkan baru pada tahap awal saja, Semua putusan akhir dapat dimintakan banding, kecuali undang-undang menentukan lain.

2. Putusan sela (pasal 185 HIR/196 RBg).
- Putusan Sela ialah putusan yang dijatuhkan masih dalam proses pemeriksaan perkara dengan tujuan untuk memper­lancar jalannya pemeriksaan.
- Putusan sela tidak mengakhiri pemeriksaan, tetapi akan berpengaruh terhadap arah dan jalannya pemeriksaan.
- Putusan sela dibuat seperti putusan biasa (lihat pada pembahasan tentang susunan dan isi putusan di bawah ini), tetapi tidak dibuat secara terpisah melainkan ditulis di dalat Berita Acara Persidangan saja.
- Putusan sela harus diucapkan di depan sidang terbuka un tuk umum serta ditanda tangam oleh Majelis Hakim da panitera yang turut bersidang.
- Putusan sela selalu tunduk pada putusan akhir, karen tidak berdiri sendiri dan akhirnya akan dipertimbangka pula pada putusan akhir.
- Hakim tidak terikat pada putusan sela, bahkan Hakim dapat merobahnya sesuai dengan keyakinannya.
- Putusan sela tidak dapat dimintakan banding kecuali bersama-sama dengan putusan akhir (pasal 201 RBg/ pasal ayat (1) UU No. 20/1947).
- Para pihak dapat meminta, supaya kepadanya diberi Salinan yang sah dari putusan itu dengan biaya sendiri. Hal-hal yang menurut hukum acara perdata memerlukan putusan sela, antara lain:
a. Tentang pemeriksaan prodeo.
b. Tentang pemeriksaan eksepsi tidak berwenang.
c. Tentang Sumpah Supletoir.
d. Tentang Sumpah Decisoir.
e. Tentang Sumpah Penaksir (taxatoir)
f. Tentang gugat provisionil.
g. Tentang gugat insidentil (Intervensi = tussenkoms, voeging, dan vrijwaring).

- Rv. mengenal beberapa nama putusan sela, yaitu:
a. Putusan Praeparatoir, vaitu putusan sela yang merup, kan persiapan putusan akhir, tanpa mempunyai pengi ruh terhadap pokok perkara atau putusan akhir. Contoh: Putusan tentang penggabungan perkara, pen( lakan pengunduran pemeriksaan saksi.

Hal ini menurut HIR/RBg tidak perlu dibuat putusan sela tetapi cukup dicatat saja dalam berita acara sidang.
b. Putusan Interlocutoir, yaitu putusan sela yang isinya) memerintahkan pembuktian, misalnya perintah untuk pemeriksaan saksi, atau pemeriksaan di tempat dan sebagainya.

Hal ini menurut HIR cukup dicatat dalam BAP saja, kecuali tentang penetapan Sumpah seperti tersebut di alas.
c. Putusan Insidentil, yaitu putusan sela yang berhubungan dengan insident, yakni peristiwa yang untuk sementara menghentikan pemeriksaan tetapi belum berhubungan dengan pokok perkara. Contoh: putusaii tentang gugat prodeo, eksepsi tidak berwenang clan gugat insidentil.
d. Putusan provisionil, yaitu putusan sela yang menjawab gugat provisionil.

3. Putusan Gugur (pasal 124 HIR/pasal 148 RBg).
- Putusan gugur ialah putusan yang menyatakan bahwa gu­gatan/permohonan gugur karena penggugat/pemohon tidak pernah hadir, meskipun telah dipanggil (secara resmi sedang tergugat hadir dan mohon putusan).
- Putusan gugur dijatuhkan pada sidang pertama atau sesu­dahnya sebelum tahap pembacaan gugatan/permohonan.
- Putusan gugur dapat dijatuhkan apabila telah dipenuhi syarat-syaratnya, yaitu:
a. Penggugat/Pemohon telah dipanggil dengan resmi dan patut untuk hadir dalam sidang hari itu.
b. Penggugat/Pemohon ternyata tidak hadir dalam sidang tersebut, dan tidak pula mewakilkan orang lain untuk, hadir, serta ketidakhadirannya itu karena sesuatu halangan yang sah.
c. Tergugat/Termohon hadir dalam sidang.
d. Tergugat/Termohon mohon keputusan.

- Dalam hal penggugat/pemohonnya lebih dari seorang dan tidak hadir semua, maka dapat pula diputus gugur. 
- Putusan gugur belum menilai gugatan ataupun pokok perkara.
- Dalam putusan gugur, penggugat/pemobon dihukum mem­bayar biaya perkara.
- Terhadap putusan ini dapat dimintakan banding atau di­ajukan lagi perkara baru.

4. Putusan Verstek (pasal 125 HIR/149 RBg).
Putusan verstek ialah putusan yang dijatuhkan karena ter­gugat/termohon tidak pernah hadir meskipun telah dipang­gil secara resmi, sedang penggugat hadir dan mohon putusan.
- Verstek artinya tergugat tidak hadir.
- Putusan verstek diatur dalam pasal 125 - 129 HIR dan 196 - 197 HIR, pasal 148 - 153 RBg dan 207 - 208 RBg, UU No. 20 tahun 1947 dan SEMA No. 9/1964.
- Putusan verstek dapat dijatuhkan dalam sidang pertama atau sesudahnya, sesudah tahap pembacaan gugatan se­belum tahap jawaban tergugat, sepanjang tergugat/para tergugat semuanya belum hadir dalam sidang padahal telah dipanggil dengan resmi dan patut.
- Putusan verstek dapat dijatuhan apabila telah dipenuhi syarat-syaratnya, yaitu:
a. Tergugat telah dipanggil secara resmi dan patut.
b. Tergugat tidak hadir dalam sidang dan tidak mewa­kilkan kepada orang lain serta tidak ternyata pula bahwa ketidakhadirannya itu karena sesuatu alasan yang sah.
c. Tergugat tidak mengajukan tangkisan/eksepsi menge­nai kewenangan.
d. Penggugat hadir di persidangan.
e. Penggugat mohon keputusan.

- Dalam hal tergugat lebih dari seorang dan kesemuanya juga tidak hadir dalam sidang, maka dapat diputus pula dengan verstek.
- Putusan verstek hanya menilai secara formil surat gugatan dan belum menilai secara materiil kebenaran dalil-dalil gugat.
- Apabila gugatan itu beralasan dan tidak melawan hak maka putusan verstek berupa mengabulkan gugatan penggugat. Sedang mengenai dalil-dalil gugat, oleh karena tidak dibantah, maka harus dianggap benar dan tidak perlu dibuktikan kecuali dalam hal perkara perceraian.
- Apabila gugatan itu tidak beralasan dan/atau melawan hak maka putusan verstek dapat berupa tidak menerima gugatan penggugat dengan verstek.
- Terhadap putusan verstek ini maka tergugat dapat mengajukan perlawanan (verzet).
- Tergugat tidak boleh mengajukan banding sebelum ia menggunakan hak verzetnya lebih dahulu, kecuali jika penggugat yang banding.
- Terhadap putusan verstek, maka penggugat dapat mengajukan banding.
- Apabila penggugat mengajukan banding maka tergugat, tidak boleh mengajukan verzet, melainkan ia berhak pula mengajukan banding (pasal 8 UU No. 20/1947).
- Khusus dalam, perkara perceraian, maka Hakim wajib membuktikan dulu kebenaran dalil-dalil gugat (alasan-alasan perceraian) dengan alat-alat bukti yang cukup, sebelum menjatuhkan putusan verstek.
- Apabila tergugat mengajukan verzet maka putusan verstek menjadi mentah, dan pemeriksaan dilanjutkan ke tahap berikutnya.
- Perlawanan (verzet) ini berkedudukan sebagai jawaban tergugat.
- Apabila perlawanan ini diterima dan dibenarkan ole Hakim berdasarkan hasil pemeriksaan/pembuktian dalam sidang, maka Hakim akan membatalkan putusan verstek dan menolak gugatan penggugat.
- Tetapi apabila perlawanan itu tidak diterima/tidak dibenarkan oleh Hakim, maka Hakim dalam putusan akhir akan menguatkan putusan verstek.
- Terhadap, putusan akhir ini dapat dimintakan banding.
- Putusan verstek yang tidak diajukan verzet dan tidak pula dimintakan banding, dengan sendirinya menjadi putusan akhir yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

5. Putusan Kontradiktoir
- Putusan kontradiktoir ialah putusan akhir yang pada saat dijatuhkan/diucapkan dalam sidang tidak dihadiri salah satu pihak atau para pihak.
- Dalam pemeriksaan/putusan kontradiktoir disyaratkan bahwa baik penggugat maupun tergugat pernah hadir dalam sidang.
- Terhadap putusan kontradiktoir dapat dimintakan banding.

6. Putusan Tidak Menerima
- Yaitu putusan Hakim yang menyatakan bahwa Hakim "tidak menerima gugatan penggugat/permohonan pemohon " atau dengan kata lain "gugatan penggugat/ permohonan pemohon tidak diterima" karena gugatan/ permohonan tidak memenuhi syarat hukum, baik secara formil maupun materiil.

Ø Contoh gugatan yang tidak memenuhi syarat hukum materiil:

Misalnya: Gugatan cerai dengan alasan pasal 19.b PP No. 9/1975 yang diajukan sebelum waktu 2 (dua) tahun sejak tergugat meninggalkan tempat kediaman bersama. Contoh gugatan yang tidak memenuhi syarat hukum formil misain,va: Gugatan yang kabur (tidak jelas), penggugat tidak berhak, bukan wewenang Pengadilan Agama, dan sebagainya.
- Dalam hal terjadi eksepsi yang dibenarkan oleh Hakim maka Hakim selalu menjatuhkan putusan bahwa "gugatan penggugat tidak dapat diterima" atau "tidak menerima gugatan penggugat".
- Meskipun tidak ada eksepsi, Hakim karena jabatannya dapat memutuskan "gugatan penggugat tidak diterima" jika ternyata tidak memenuhi syarat hukum tersebut, atau terdapat hal-hal yang dijadikan alasan eksepsi.
- Putusan tidak menerima dapat dijatuhkan sesudah tahap jawaban, kecuali dalam hal verstek yang gugatannya ternyata tidak beralasan dan/atau melawan hak sehingga dapat dijatuhkan sebelum tahap jawaban.
- Putusan tidak menerima belum menilai pokok perkara (dalil gugat) melainkan baru menilai syarat-syarat gugatan saja. Apabila syarat gugat tidak terpenuhi maka gugatan pokok (dalil gugat) tidak dapat diperiksa.
- Putusan ini berlaku sebagai putusan akhir.
- Terhadap putusan ini pihak penggugat dapat mengajukan banding atau mengajukan perkara baru. Demikian puh pihak tergugat.
- Putusan yang menyatakan Pengadilan Agama tidak berwenang mengadili suatu perkara, merupakan suatu putusan akhir. (pasal 201 ayat (2) RBg/pasal 9 ayat (2) UU No 20/1947).
- Putusan ini termasuk putusan negatif

7. Putusan Menolak Gugatan Penggugat
Yaitu putusan akhir yang dijatuhkan setelah menempuh semua tahap pemeriksaan, di mana ternyata dalil-dali, gugat tidak terbukti.
- Putusan ini termasuk putusan negatif.
- Dalam memeriksa pokok gugatan (dalil gugat) maka, Hakim harus terlebih dahulu memeriksa apakah syarat syarat gugat telah terpenuhi, agar pokok gugatan dapat diperiksa dan diadili.

8. Putusan Mengabulkan Gugatan Penggugat Untuk Sebagiar Dan Menolak/Tidak Menerima Selebihnya.
- Putusan ini merupakan putusan akhir.
- Dalam kasus ini, dalil gugat ada yang terbukti dan ada pula yang tidak terbukti atau tidak memenuhi syarat se­hingga:

Ø Dalil gugat yang terbukti maka tuntutannya dika­bulkan.
Ø Dalil gugat yang tidak terbukti maka tuntutannya ditolak.
Ø Dalil gugat yang tidak memenuhi syarat maka dipu­tus dengan tidak diterima.

- Putusan ini merupakan putusan campuran positif dan negatif.

9. Putusan Mengabulkan Gugatan Penggugat Seluruhnya.
Putusan ini dijatuhkan apabila syarat-syarat gugat telah terpenuhi dan seluruh dalil-dalil gugat yang mendukung petitum ternyata telah terbukti.
- Untuk mengabulkan suatu petitum harus didukung dalil gugat. Satu petitum mungkin didukung oleh beberapa dalil, gugat. Apabila di antara dalil-dalil gugat itu sudah ada satu dalil gugat yang dapat dibuktikan maka telah cukup untuk mengabulkan, meskipun mungkin dalil-dalil gugat yang lain tidak terbukti. Namun apabila seluruh dalil gugat itu terbukti maka semakin kuat alasannya untuk mengabul­kan petitum.

Prinsipnya, setiap petitum harus didukung dengan dalil gugat.
- Putusan ini merupakan putusan positif.

10. Putusan Diklaratoir
- Yaitu putusan yang hanya menyatakan suatu keadaan tertentu sebagai suatu keadaan yang resmi menurut hukum. Misalnya: Putusan yang menyatakan sah tidaknya suatu perbuatan hukum atau keadaan/status hukum seseorang, menyatakan boleh tidaknya untuk melakukan suatu per­buatan hukum, dan sebagainya.
- Semua perkara voluntair diselesaikan dengan putusan diklaratoir dalam bentuk " Penetapan " atau "Besciking".
- Putusan diklaratoir biasanya berbunyi "Menyatakan". 
- Putusan diklaratoir tidak memerlukan eksekusi.
- Putusan diklaratoir tidak merubah atau menciptakan suatu hukum baru melainkan hanya memberikan kepastian hu­kum semata terhadap keadaan yang telah ada.

11. Putusan Konstitutif
- Yaitu suatu putusan yang menciptakan/menimbulkan keadaan hukum baru, berbeda dengan keadaan hukum sebelumnya.
Misalnya:
ü putusan perceraian, putusan pembatalan perkawinan, dan sebagainya. Sebelum diputus cerai, mereka masih suami-isteri. Se­belum d1batalkan perkawinannya, perkawinan itu masih dianggap sah.
- Putusan konstitutif selalu berkenaan dengan status hukum seseorang atau hubungan keperdataan sate sama lain - Putusan konstitutif tidak memerlukan eksekusi.
- Putusan konstitutif diterangkan dalam bentuk "Putusan".
- Putusan konstitutif biasanya berbunyi "Menetapkan" atau memakai kalimat lain bersifat aktif dan bertalian langsung dengan pokok perkara, misalnya "Memutuskan perkawinan", "Membatalkan perkawinan" dan sebagainya. 
- Keadaan hukum baru tersebut dimulai sejak saat putusan memperoleh kekuatan hukum tetap,

12. Putusan Kondemnatoir
Yaitu putusan yang bersifat menghukum kepada salah satu pihak untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu, atau menyerahkan sesuatu kepada pihak lawan, untuk memenuhi prestasi.
- Putusan kondemnatoir terdapat pada perkara kontentius.
- Putusan kondemnatoir selalu berbunyi "Menghukum".
- Putusan inilah yang memerlukan eksekusi.
- Apabila pihak terhukum tidak mau melaksanakan is putusan dengan sukarela, maka atas permohonan
penggugat putusan dapat dilaksanakan dengan paksa (Execution Force oleh Pengadilan yang memutusnya.
- Putusan dapat dieksekusi setelah memperoleh kekuatan hukum tetap, kecuali dalam hal Vitvoer baar bijvoorraad.

yaitu putusan yang dapat dilaksanakan lebih dahulu meskipun ada upaya hukum (putusan serta merta).
v Putusan kondemnatoir dapat berupa penghukuman untuk:

1. menyerahkan suatu barang,
2. membayar sejumlah uang,
3. melakukan suatu perbuatan tertentu,
4. menghentikan suatu perbuatan/keadaan,

mengosongkan tanah/rumah
Tag : Hukum
0 Komentar untuk "Macam-macam Putusan Hakim Dalam Persidangan"

Back To Top