Perdagangan Senjata Ilegal

Transfer senjata umumnya dimengerti sebagai serangkaian kegiatan negara dan aktor non negara terlibat untuk memperoleh dan menjual senjata yang meliputi kegiatan-kegiatan berupa penjualan, perdagangan, pembelian, pengadaan, penyaluran maupun donasi senjata. Perdagangan senjata illegal didefinisikan oleh komisi pelucutan senjata PBB sebagai trade which is contrary to the laws of states and/or internasional law. Definisi ini memunculkan kemungkinan dua jenis pasa senjata illegal: grey market and black market. Gray market merujuk pada situasi, dimana perdagangan terjadi dengan sepengetahuan pemerintah nasional, walaupun mungkin melanggar aturan internasional. Sementara black market merujuk pada perdagangan yang terjadi sepenuhnya di luar control pemerintahan nasional. 

Senjata-senjata yang diperdagangkan biasanya merupakan senjata-senjata kecil. Dibandingkan dengan senjata pemusnah missal, seperti chemical dan biological weapons misalnya, senjata api organic jenis yang dikategorikan sebagai small arms and light weapons – SALW tidak terlalu banyak menarik perhatian. Padahal, small arms survey 2001, SALW diestimasi sebagai kematian 500 ribu orang di seluruh dunia setiap tahun. 300 ribu diantaranya berkaitan dengan konflik bersenjata, sementara 200 ribu lainnya berkaitan dengan kriminalisasi atau insiden lain. SALW-lah sebetulnya weapons of mass destruction. 

 Ruang Lingkup Isi 

Modul ini meliputi pengertian gun traffickingi sebagai salah satu dari bentuk kejahatan transnasional. Kasus gun traffickingi terus meningkat dengan modus operandi yang makin beragam yang tidak hanya melibatkan individu dan organisasi tapi juga melibatkan negara . Keterlibatan Negara dalam mengatasi kejahatan transnasional baik melalui kerjasama bilateral, regional maupun internasional. Disamping itu, dalam mengatasi kejahatan transnasional yang terus meningkat juga menggunakan kerjasam dengan orangisasi internasional yang terkait, 

 Kaitan Modul 

Modul ini merupakan modul ke tiga yang menjadi sub pokok bahasan gun traffickingi pada mata kuliah terorisme dan kejahatan transnasional. 

Sasaran Pembelajaran 

Setelah mempelajari modul ini, mahasiswa diharapkan dapat: 
Menjelaskan pengertian korupsi Menjelaskan bentuk dan pola gun traffickingi 
Menjelaskan keterlibatan individu, ornisasi dan Negara dalam kasus gun traffickingi 
Menjelaskan kerjasama Negara dan Negara dalam mengatasi gun traffickingi 
Mampu menganaisis kasus gun traffickingi dengan memberikan solusinya. 

 Indikator Penilaian 

Poin penting menjadi indicator penilaian dalam modul ini, meliputi aspek: 
Keaktifan di kelas 
tata kerama/ sopan santun 
Kerjasam team 
keaktifan berdiskusi 
Tersusunnya tugas kelompok secara sistemtis dan lengkap (minimal 5 buku teks book mutahir sebagai acuan 
Mampu mengumpulkan informasi dari berbagai sumber 
Mampu menganalisis kasus gun traffickingi di Negara berkembang, khususnya di Indonesa 


PEMBAHASAN 

Transfer senjata umumnya dimengerti sebagai serangkaian kegiatan negara dan aktor non negara terlibat untuk memperoleh dan menjual senjata yang meliputi kegiatan-kegiatan berupa penjualan, perdagangan, pembelian, pengadaan, penyaluran maupun donasi senjata. Perdagangan senjata illegal didefinisikan oleh komisi pelucutan senjata PBB sebagai trade which is contrary to the laws of states and/or internasional law. Definisi ini memunculkan kemungkinan dua jenis pasa senjata illegal: grey market and black market. Gray market merujuk pada situasi, dimana perdagangan terjadi dengan sepengetahuan pemerintah nasional, walaupun mungkin melanggar aturan internasional. Sementara black market merujuk pada perdagangan yang terjadi sepenuhnya di luar control pemerintahan nasional. 

Senjata-senjata yang diperdagangkan biasanya merupakan senjata-senjata kecil. Dibandingkan dengan senjata pemusnah missal, seperti chemical dan biological weapons misalnya, senjata api organic jenis yang dikategorikan sebagai small arms and light weapons – SALW tidak terlalu banyak menarik perhatian. Padahal, small arms survey 2001, SALW diestimasi sebagai kematian 500 ribu orang di seluruh dunia setiap tahun. 300 ribu diantaranya berkaitan dengan konflik bersenjata, sementara 200 ribu lainnya berkaitan dengan kriminalisasi atau insiden lain. SALW-lah sebetulnya weapons of mass destruction. 

tika mendengar atau menyaksikan konflik–konflik bersenjata yang tak jarang melibatkan orang-orang sipil, sering menjadi pertanyaan, darimana sebenarnya mereka memperolah senjata yang digunakan itu? Apakah memang senjata diperdagangkan secara bebas legal?Konflik-konflik bersenjata yang menimpa hampir seluruh negara di dunia, tak pelak menelan ribuan bahkan jutaan nyawa setiap saatnya. Senjata api memang mengerikan, senjata api jenis ringan saja, dituding sebagai penyebab tewasnya seribu penduduk dunia setiap harinya, dan dianggap bertanggung jawab atas 90% korban mati di kawasan konflik.Orang yang menemukan senjata untuk pertama kalinya pasti tak pernah menduga bahwa temuannya akan menimbulkan dampak sejauh ini. Wajar memang, sebab pada hakikatnya senjata memang diciptakan untuk kepentingan keamanan nasional, namun menjadi masalah ketika kemudian senjata ini disalahpergunakan, mulai dari penembakan salah sasaran, suplai persenjataan ke wilayah konflik, hingga perdagangan illegal. 

Pedagangan senjata illegal, didefinisikan oleh Komisi Pelucutan Senjata PBB sebagai perdagangan yang melanggar hukum nasional ataupun hukum internasional. Definisi ini memunculkan kemungkinan dua jenis pasar senjata ilegal, yakni “Grey Market dan Black Market”. Grey Market merujuk pada situasi dimana perdagangan terjadi dengan sepengetahuan pemerintahan nasional, walaupun mungkin melanggar aturan internasional, sementara Black Market merujuk pada perdagangan yang sepenuhnya terjadi diluar kontrol pemerintahan nasional. 

Segala perbuatan, baik atau buruk, pastilah ada faktor penyebabnya masing-masing, begitu pula halnya dengan perdagangan senjata ilegal. Tindakan ini terjadi karena memiliki faktor-faktor tertentu, antara lain : 

· Akses senjata api yang tidak hanya dimiliki oleh aktor negara, tapi juga dimiliki oleh kalangan luas yang dianggap memenuhi persyaratan yang ditetapkan, sehingga subyek kepemilikan semakin meluas. 

· Kurangnya kontrol Pemerintah Nasional, ataupun pihak yang seharusnya bertanggung jawab atas hal ini. 

· Tidak adanya transparansi publik mengenai jumlah amunisi ataupun kondisi persenjataan negara. 

· Kurangnya pendataan kepemilikan senjata, sehingga bahkan tidak lagi menjadi jelas yang mana senjata legal dan mana yang ilegal. 

· Khusus di Indonesia, kurangnya kontrol TNI. Sebagai badan keamanan yang dipercaya oleh negara, TNI seharusnya memiliki kontrol dan akses lebih terhadap bidang ini, serta diberi tanggung jawab yang lebih besar terhadap peredaran senjata dalam negeri. 

· Motif Pertahanan dan Keamanan (khususnya bagi kelompok separatis yang dalam upaya mempertahankan dan memperjuangkan idealismenya, sudah barang tentu sangat membutuhkan pasokan modal sekelas senjata), juga termasuk individu yang memiliki senjata dengan alasan keamanan. 

· Motif ekonomi. Senjata, tak pelak merupakan mainan mahal yang dalam pengelolaannya melibatkan uang dalam jumlah besar. Kondisi ini jelas memancing banyak orang bermodal untuk terlibat menggeluti bisnis ini. Semakin banyak orang terlibat, semakin terbuka luas pula kesempatan untuk melakukan penggelapan atau bisnis yang menyimpang dari legalitas hukum. 

· Embargo (militer) suatu negara terhadap negara lain. Ketika suatu negara diembargo, maka dapat dipastikan negara tersebut akan mencari pelarian lain untuk memenuhi kebutuhan militernya, entah dia berusaha mendapatkannya di negara lain ataupun terlibat dalam pasar gelap perdagangan senjata. 

a. Mancanegara 

Negara-negara maju yang selalu menuding negara-negara berkembang sebagai negara pelanggar hukum internasional (khususnya hukum mengenai gun trafficking ini), jika diteliti dengan cermat berdasarkan data yang ada, ternyata justru merupakan pelaku utama dalam bisnis ini. Sebut saja dua negara super power, Rusia dan Amerika. Keduanya merupakan eksportir terbesar senjata-senjata di dunia saat ini, yang secara otomatis juga tentu merupakan negara yang memicu semakin meluasnnya perdagangan gelap senjata. Bahkan, lima negara anggota tetap Dewan Keamanan PBB merupakan pedagang terbesar senjata dunia. Amerika Serikat, Inggris, Prancis, Rusia dan Cina, merupakan negara-negara eksportir senjata yang menguasai 88% penjualan sanjata. Laporan Kongres AS menyebutkan, AS menguasai hampir 42% pasar persenjataan dunia, yang nilainya mencapai 16,9 milyar dollar pada tahun 2006. Tempat kedua diduduki Rusia,yang menguasai 21,6% pasar dunia. Dengan besarnya produksi, ditambah dengan kualitas produk yang memang tak diragukan lagi, tak heran jika kemudian banyak terjadi kasus penyelunduan senjata dari negara-negara tersebut. 

Kasus gun trafficking memang sudah semakin merambah dunia internasional. Pada bulan Mei 2007 kemarin, muncul laporan dari Amnesty yang menyebutkan China dan Rusia selama ini memasok persenjataan ke Sudan. Melalui serangkaian jalur, senjata-senjata 'impor gelap' itu akhirnya jatuh ke tangan kelompok milisi Janjaweed yang ada di daerah konflik di Darfur. Jika hal itu benar, berarti telah terjadi pelanggaran atas ketentuan Dewan Keamanan PBB mengenai embargo persenjataan terhadap negara ini. Laporan dari Amnesty itu menyebutkan, Sudan telah mengimpor persenjataan lengkap dengan amunisi senilai 24 juta dollar AS, suku cadang beserta perlengkapan untuk penerbangan senilai 57 juta dollar AS, dan berbagai suku cadang helikopter dan pesawat jet senilai dua juta dollar AS. Semua data persenjataan yang dibeli dari China itu diketahui dari data perdagangan Sudan tahun 2005 

Tahun 2006 lalu, di New York, dua warga negara Indonesia ditangkap di pulau Hawai, dimana dalam persidangannya ia mengaku bersalah dalam usaha pembelian senjata ilegal dari negara itu. Tak hanya itu, pada tahun yang sama, empat orang WNI dengan pimpinan Hj. Subandi tertangkap di Maryland,AS, terkait masalah pembelian sejata ilegal. 

b. Nasional 

Indonesia, yang notabene bukanlah negara produsen senjata, ternyata juga tak luput dari kasus itu. Masalah-masalah ini juga tentunya tak lepas dari campur tangan aktor internasional yang mendominasi kekuatan persejataan, khususnya AS. 

Dua tahun lalu, merebak kasus yang sempat menggemparkan Indonesia 2006 lalu, menyusul ditemukannya senjata dan amunisi dalam jumlah besar di rumah Brigjen (purnawirawan) Koesmayadi, sejumlah senjata yang sering dihubung-hubungkan dengan Hj.Subadi. Selain itu, TNI sendiri sebagai aparat negara justru terbukti turut mencari-cari kesempatan mengelola bisnis perdagangan senjata ilegal.
Tag : Koruptor
0 Komentar untuk "Perdagangan Senjata Ilegal"

Back To Top