Pemenuhan HAM Sebagai Kewajiban Negara

 Pemenuhan HAM Sebagai Kewajiban Negara 


 Dalam hak asasi manusia (HAM) pemangku kewajiban HAM sepenuhnya adalah
negara, dalam hal ini adalah pemerintah. Hal ini bisa dilihat dari berbagai komentar umum
mengenai pasal-pasal dalam Deklarasi Umum Hak Asasi Manusia (DUHAM). Semua
penjelasan dalam komentar umum menyatakan bahwa perwujudan HAM sepenuhnya adalah
kewajiban negara.3
3
Butir 1 Komentar Umum 3 menyatakan bahwa Komite menganggap bahwa penting untuk menarik perhatian
Negara-Negara Pihak atas kenyataan bahwa kewajiban berdasarkan Kovenan tidak hanya terbatas pada
penghormatan terhadap hak asasi manusia, tetapi bahwa Negara-Negara Pihak juga berkewajiban untuk
menjamin penikmatan hak-hak tersebut bagi semua individu yang berada dalam yurisdiksi mereka. Aspek ini
mewajibkan adanya kegiatan-kegiatan khusus yang dilakukan oleh Negara-Negara Pihak guna memampukan
individu-individu menikmati hak-hak mereka. Lihat: Komite Hak Asasi Manusia, Komentar Umum 3, Pasal 2
Pelaksanaan di Tingkat Nasional, (Sesi ke tigabelas, 1981), Kompilasi Komentar Umum dan Rekomendasi
Umum yang Diadopsi oleh Badan-badan Perjanjian Hak Asasi Manusia, U.N. Doc. HRI\GEN\1\Rev.1 at 4
(1994). 4
 Dalam Pasal 28I Ayat (4) Undang-Undang Dasar 1945 secara gamblang
mencantumkan jaminan mengenai hal ini dengan kata-kata berikut, “perlindungan,
pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggungjawab negara,
terutama pemerintah”.
Sedangkan dalam Undang-Undang No 23 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia,
jaminan ini juga diperkuat dalam Pasal 71 yang menyatakan, “Pemerintah wajib dan
bertanggungjawab menghormati, melindungi, menegakkan, dan memajukan hak asasi
manusia yang diatur dalam Undang-Undang ini (UU 39 Tahun 1999), peraturan perundangundangan lain, dan hukum internasional tentang hak asasi manusia yang diterima oleh
Negara Republik Indonesia”.
Ratifikasi kovenan hak sipil dan politik oleh pemerintah Indonesia menimbulkan
konsekuensi terhadap pelaksanaan hak-hak manusia, karena negara Indonesia telah
mengikatkan diri secara hukum. Antara lain pemerintah telah melakukan kewajiban untuk
mengadopsi perjanjian yang telah diratifikasi ini ke dalam perundang-undangan, baik yang
dirancang maupun yang telah diberlakukan sebagai UU.
Sebagai pemegang kewajiban pemenuhan HAM, negara mengemban tiga bentuk
tugas. Antara lain negara harus menghormati (to respect), melindungi (to protect), dan
memenuhi (to fullfil) halk asasi manusia. Kewajiban ini juga diikuti dengan kewajiban
pemerintah yang lain, yaitu untuk membuat laporan yang bertalian dengan penyesuaian
hukum, langkah, kebijakan dan tindakan yang dilakukan. Termasuk kewajiban pemerintah
Indonesia untuk membuat laporan mengenai pelaksanaan hak-hak sipil dan politik yang
harus disampaikan pada Komite di PBB.
Kewajiban dan tanggungjawab negara untuk melakukan penghormatan (obligation to
respect) merupakan kewajiban negara untuk tidak turut campur untuk mengatur warga
negaranya ketika melaksanakan hak-haknya. Dalam hal ini, negara memiliki kewajiban
untuk tidak melakukan tindakan-tindakan yang akan menghambat pemenuhan dari
seluruh hak asasi. Misalnya dengan membuat undang-undang jaminan kepada warganya
untuk menyampaikan pendapat dan juga pemenuhan hak atas informasi.
Kewajiban dan tanggungjawab negara untuk memberikan perlindungan (obligation to
protect) merupakan kewajiban negara agar bertindak aktif untuk memberi jaminan
perlindungan terhadap hak asasi warganya. Dalam hal ini, negara berkewajiban untuk
mengambil tindakan-tindakan untuk mencegah pelanggaran semua hak asasi manusia
oleh pihak ke tiga. Antara lain adalah kewajiban untuk bertindak ketika satu kelompok
tertentu, seperti satu kelompok etnis, menyerang kelompok lain; kewajiban untuk memaksa
perusahaan untuk membayar upah yang layak dan lainnya.
Kewajiban dan tanggungjawab negara untuk melakukan pemenuhan (obligation to
fulfill) hak merupakan kewajiban dan tanggung jawab negara untuk bertindak secara aktif
agar semua warga negaranya itu bisa terpenuhi hak-haknya. Negara juga berkewajiban untuk
meningkatkan kapasitas aparat hukum (polisi, jaksa, dan hakim) untuk bisa ikut
meewujudkan penghotmatan hak sipil dan politik. Negara berkewajiban untuk mengambil
langkah-langkah legislatif, administratif, hukum, dan tindakan-tindakan lain untuk
merealisasikan secara penuh hak asasi manusia. Misalnya kewajiban
mengimplementasikan pendidikan gratis pada tingkat dasar atau kewajiban untuk
menyediakan lapangan pekerjaan bagi warga negaranya.
 Selain tiga bentuk kewajiban utama tersebut, dalam pelaksanaan hak asasi manusia
negara pun memiliki kewajiban untuk mengambil langkah-langkah (to take steps), untuk
menjamin (to guarantee), untuk meyakini (to ensure), untuk mengakui (to recognize), untuk
berusaha (to undertake), dan untuk meningkatkan (to promote). 5
Kewajiban untuk menghormati, melindungi, dan memenuhi, masing-masing
mengandung unsur kewajiban untuk bertindak (obigation to conduct) dan kewajiban untuk
berdampak (obligation to result).
Kewajiban untuk bertindak mensyaratkan negara melakukan langkah-langkah tertentu
untuk melaksanakan pemenuhan suatu hak. Sebagai contoh, negara melakukan pembangunan
sekolah, menjamin tersedianya guru dan alat-alat pendidikan, dan mengalokasikan anggaran
yang terukur; atau, contoh lainnya, negara melakukan langkah-langkah untuk mencegah
terjadinya kembali busung lapar.
Kewajiban untuk berdampak mengharuskan negara untuk mencapai sasaran tertentu
guna memenuhi standar substantif yang terukur. Misalnya, negara membuat program agar
dalam lima tahun ke depan seluruh masyarakat akan bisa memperoleh akses pada pendidikan
dasar sembilan tahun.
Sebagai pihak yang memangku tanggungjawab, negara dituntut harus melaksanakan
dan memenuhi semua kewajiban yang dikenakan kepadanya secara sekaligus dan segera. Jika
kewajiban-kewajiban tersebut gagal untuk dilaksanakan, maka negara akan dikatakan telah
melakukan pelanggaran.
Dalam konteks pelanggaran, ada dua jenis pelanggaran yang bisa terjadi berkaitan
dengan pelaksanaan kewajiban dan tanggungjawab negara tersebut, yaitu pelanggaran karena
tindakan (by commission) dan pelanggaran karena pembiaran (by ommision).
Pelanggaran negara karena tindakan (by commission) terjadi karena negara justru
malah melakukan tindakan langsung untuk turut campur dalam mengatur hak-hak warga
negara yang semestinya dihormati. Sebagai contoh, tindak pelanggaran karena bertindak
adalah melakukan pelarangan serikat buruh (pelanggaran atas kewajiban untuk menghormati
kebebasan kelompok untuk berserikat).
Pelanggaran negara karena pembiaran (by omission) terjadi ketika negara tidak
melakukan suatu tindakan atau gagal untuk mengambil tindakan lebih lanjut yang diperlukan
untuk melaksanakan kewajiban hukum. Contoh pelanggaran karena pembiaran ini di
antaranya adalah gagal untuk mengimplementasikan pendidikan gratis di tingkat dasar bagi
warganya (hak atas pendidikan), gagal untuk menyediakan lapangan pekerjaan bagi
warganya (hak atas pekerjaan), gagal untuk menyediakan pelayanan kesehatan dasar (hak
atas kesehatan), gagal untuk mengubah atau mencabut undang-undang yang tidak sesuai
dengan nilai hak asasi manusia.
Negara sama sekali dilarang melakukan intervensi dalam rangka menghormati hakhak setiap orang, terutama hak-hak yang tak dapat ditangguhkan (non-derogable rights).
Penyebabnya adalah setiap campur tangan negara justru akan mengakibatkan terjadinya
pelanggaran atas hak-hak individu/kelompok. Sebaliknya, intervensi dapat dilakukan
terhadap dua hal. Pertama, dalam situasi atau alasan khusus untuk membatasi atau
mengekang hak-hak atau kebebasan berdasarkan UU. Ke dua, dalam rangka untuk
menegakkan hukum atau keadilan bagi korban tindak pidana.
Karena itu, dalam menghormati dan melindungi hak-hak sipil dan politik, ada dua
jenis pelanggaran yang bertalian dengan kewajiban negara. Pertama, seharusnya
menghormati hak-hak manusia, tapi negara justru melakukan tindakan yang dilarang atau
bertentangan KIHSP melalui campur-tangannya dan disebut pelanggaran melalui tindakan
(violation by action). Ke dua, seharusnya aktif secara terbatas untuk melindungi hak-hak –
melalui tindakannya – negara justru tak melakukan apa-apa baik karena lalai dan lupa
maupun absen, disebut pelanggaran melalui pembiaran (violation by omission). Jenis
pelanggaran lainnya adalah tetap memberlakukan ketentuan hukum yang bertentangan
dengan KIHSP yang disebut pelanggaran melalui hukum (violation by judicial).
 Dengan meratifikasi KIHSP, pemerintan Indonesia memiliki kewajiban yang
mengikat secara hukum untuk melakukan beberapa hal. Antara lain negara, dalam hal ini 6
pemerintah, harus segera melakukan reformasi hukum dengan menerjemahkan prinsip dan
ketentuan yang terkandung dalam KIHSP ke dalam hukum nasional. Pemerintah juga harus
segera melakukan harmonisasi hukum nasional dengan menggunakan kerangka KIHSP.
Semua peraturan perundang-undangan yang tak sesuai dengan KIHSP harus dicabut dan
direvisi. Begitu juga dengan RUU yang telah dibahas dan disiapkan hingga proses ratifikasi.
Selain itu pemerintah harus melakukan sosialisasi KIHSP yang telah diratifikasi,
sehingga banyak orang akan mengetahui apa saja hak-hak sipil dan politik yang seharusnya
dinikmati. UU No 12/2005 berlakukan secara seragam di seluruh negeri dan diharapkan tak
ada yang bertentangan dengan isi undang-undang ini. Termasuk yang bertalian dengan
kekuatiran mengenai kelemahan otonomi daerah atau otonomi khusus.
Ketiadaan fasilitasi pemerintah dalam penyediaan infrastruktur pendukung atas
langkah-langkah implementasi hasil ratifikasi berbagai perjanjian hak-hak manusia dapat
dipandang sebagai sikap tak mau (unwilling) atau abai untuk berbuat sesuatu, termasuk
bagaimana seharusnya semua aparatur berperilaku yang dipertalikan dengan KIHSP tanpa
kecuali pada lembaga-lembaga peradilan dan pengadilan, sehingga terasa kurang berefek
pada pelaksanaannya.
0 Komentar untuk "Pemenuhan HAM Sebagai Kewajiban Negara "

Back To Top