AWAL BETERNAK AYAM
Setelah
semua aset terjual ternyata terkumpul uang 20 juta. Setelah
difikir-fikir, usaha apalagi yang secara instan mendatangkan keuntungan
besar. Mungkin jual beli tuyul kali ya. O..iya April 2005 khan aku mau
nikah. Sampe lupa saking stressnya mikir usaha bangkrut. Dalam keadaan
seperti ini calon istri masih mau gak ya sama aku. Aku khan kere
sekarang. Dengan langkah gontai akhirnya aku ke rumah calon mertua dan
ngomong terus terang. Sesampainya dirumah kebetulan semua lengkap.
Bapak, ibu dan calon istri. Bapak, ibu sekarang saya sudah bangkrut.
Bagaimana dengan rencana nikah saya dengan anak Bapak. Kalau ingin terus
ya silahkan kalau mau dibatalkan ya gak papa. Bapak menjawab, Bapak
tidak akan membatalkan acara perkawinan kalian. Terus saja. Rejeki ada
yang ngatur, yang penting kawin dulu. Singkat cerita, proses perkawinan
sukses dilaksanakan dengan meriah. Hasilnya…… capek.
Setelah
bersenang-senang masa pengantin muda, kini saatnya untuk berfikir.
Bagaimana uang yang 20 juta itu diputar untuk usaha. Setelah berdebat
sengit (ah… kayak anggota DPR yang lagi berebut tender aja) akhirnya
diputuskan pulang kampung. Sasaran utama yang aku kunjungi adalah teman
lama. Ealah ternyata mereka itu pengangguran semua. Dari beberapa teman
yang aku kunjungi ternyata ada satu yang berhasil. Dia biasa kirim
jagung, katul ke Blitar dan Magetan. Aku tanya sama dia, aku sekarang
pegang uang cash 20 juta, kira-kira bisnis apa yang belum ada disekitar
sini. Bagaimana kalau buka konter HP, servise computer atau servis PS
(baca : Play Station). Dia jawab gini, konter HP sudah pating tlecek.
Ternak ayam ae. Peternak Blitar itu kaya-kaya lho. Coba ae. Boleh juga
kayaknya.
Sudah
mantap langkah untuk menjadi peternak, akhirnya kita mencari informasi
di sebuah Poultri Shop di kota kami. Dia bilang, kalau sampeyan mau
ternak ayam, sediakan dana ±50juta
untuk seribu ekor. Dana sekian ini untuk ayam + kandangnya + lain-lain.
Pokoknya lengkap.. Jika sampeyan beli pakan, obat, pullet dari sini,
masalah apapun tentang ternak ayam saya bantu. Nanti ada petugas
lapangan yang datang. Dasar bakul pakan, bakul obat pingine untung thok.
Tapi nggak juga sih, ini namanya simbiosis mutualis (saling
menguntungkan).
Kemudian
masalah timbul ternyata dana cash cuma 20 juta, terus yang 30 juta dapat
dari mana. O…ya khan masih punya mobil. Innniiii… Repotnya kalau jualan
mobil di daerah. Tidak ada sarana untuk iklan dagangan. Salah satunya
ya… harus lewat broker (baca : makelar). Emang susah berurusan dengan
broker. Kakean ngomong (yang jelas dibumbui sedikit tipu-tipu dan
kata-kata bombastis) dan pinginnya untung banyak thok. Mungkin nanti
neraka dipenuhi makelar ya. Ah.. gak tahu lah itu urusan sing nggawe
urip. Karena butuh uang cash dan mendesak akhirnya mobil dilepas dengan
harga 35juta. Padahal belum satu tahun belinya. Aku saja beli 45 juta.
Ya gimana lagi. Wong butuh kok.
Uang cash
sudah ditangan sebesar 55 juta rupiah. Tahap awal yang dipersiapkan
adalah lahan untuk kandang. Masalah ini gak jadi masalah sebab orang tua
banyak tanah sehingga tinggal bilang dan langsung pakai. Ada beberapa
alternatif lahan yang ada, ada yang masih berupa sawah dan harus banyak
menyediakan uruk tapi agak jauh dari pemukiman. Ada lagi yang berupa
tanah tegal sehingga gak perlu banyak urug tapi agak dekat dengan
pemukiman.. Setelah bersemedi cari wangsit ternyata pilihan jatuh pada
alternatif pertama dengan alasan jauh dari pemukiman tapi harus sedikit
ngoyo karena harus ngurug biar agar lebih tinggi dari tanah yang ada
disekitarnya sebagai antisipasi banjir.
Tahap
berikutnya yang harus dipersiapkan adalah kayu serta atapnya. Saran dari
PS (Poultry Shop) enaknya pakai bambu dan untuk atapnya pakai genteng
bekas. Kalau pilih alternatif ini harus banyak menggunakan kayu reng
(kayu untuk meletakkan genteng) dan yang jelas bambu akan kelebihan
beban karena genteng beratnya rata-rata 1kg perbuahnya. Ini jelas tidak
efisien. Tapi menurut saya pakai kayu glugu dan atap asbes lebih baik,
dengan alasan lebih efisien dalam arti tidak membutuhkan banyak kayu
reng dan bentuk kandang lebih eye catching (baca : enak dilihat) walau
sedikit harus menyediakan dana lebih. Gak nunggu lama akhirnya kita
cari kayu glugu serta asbes dan beberapa jam saja sudah datang lengkap.
Tahap
selanjutnya adalah mencari tukang kayu untuk membangun kandang. Mengenai
model kandang yang dipilih adalah model monitoring yang punya
angin-angin diatas atap. Panjang kandang adalah 18m dan lebar 7.5 m.
sedangkan kandang baterai diatur menjadi bagian tengah tata menjadi 3
sap/tingkat sedangkan bagian pinggir diatur menjadi 2 sap saja, sehingga
dengan ukuran kandang seperti itu bisa menampung 1000 ekor ayam.
Pekerjaan
kandang sudah kelar, langkah berikutnya adalah beli pullet. Setelah di
kontak ternyata pullet baru datang 2 minggu berikutnya. OK, gak papa ini
cuma masalah nunggu saja. Gak ada masalah.
Ada
kalanya menunggu adalah pekerjaan yang sangat membosankan. Setelah
menunggu 2 minggu akhirnya pihak PS menelpon dan mengatakan bahwa pullet
belum bisa dikirim sekarang mungkin 1 minggu lagi. Saya tanyakan kenapa
kok mundur, jawabannya adalah memang dari pabriknya yang mundur. Ya mau
gimana lagi, terpaksa nunggu lagi dech. Tit....4x ada sms masuk,
ternyata dari PS dan mengabarkan Insyaallah besuk pullet akan dikirim
dan menyuruh untuk mempersiapkan kandang.
Benar
saja, besuknya pullet datang dengan jumlah total 1000 ekor. Dari petugas
yang mengantar menginformasikan bahwa pullet baru mulai bertelur
kira-kira 2 minggu setelah ayam datang. Saya pikir sekarang pullet
datang besuk langsung bertelur, ternyata harus nunggu lagi. 2 minggu
berikutnya ayam mulai bertelur, dan saya sangat ingat sekali pertama
kali ayam bertelur berjumlah 2 butir saja. Itupun senangnya minta ampun.
Mengenai pakan kita mencampur pakan sendiri dengan komposisi 30 kg
katul, 70 kg jagung dan 50 kg konsentrat.
Seminggu
berikutnya telur sudah menumpuk banyak. Lho kok gak ada orang yang
datang beli telur ya….Sopo sing ngerti nek awakmu dodol endog nek gak di
dol dewe dhisik, kata tetanggaku. Pilihan yang bijak adalah harus
dipasarkan ke toko-toko dengan cara mendatanginya secara langsung atau
istilahnya loper di daerah sekitar kandang. Harga saya tentukan dengan
mengurangi harga normal (patokan harga di PS) dikurangi 200 rupiah
dengan alasan ukurannya yang masih kecil-kecil (22butir/kg). Tak lupa
juga titip pesan ke bakul, kalau mau ambil sendiri ke kandang harga akan
dikurangi lagi 100 rupiah per kg. Singkat cerita akhirnya bakul-bakul
pada mau datang ke kandang sendiri dengan begitu kita gak perlu
repot-repot keliling ke toko-toko. Capek.
Terror FLU BURUNG
Kira-kira
3 bulan berikutnya ada teman yang biasa ngirim katul dan jagung ke
Magetan datang dan cerita ngalor ngidul yang intinya adalah kata salah
seorang peternak Magetan dengan kondisi sekarang ini (ayam sudah full
produksi) saya bisa nguthuk (beli d.o.c dan dibesarkan sendiri) sebanyak
1000 ekor dan biaya operasional diambilkan dari hasil penjualan telur.
Tanpa berfikir panjang sebab saat itu harga telur sangat bagus akhirnya
aku beli doc 1000 ekor. Tidak lupa peralatan untuk ngutuk dibeli juga
antara lain tempat pakan, tempat minum serta alat penerangan baik lampu
biasa maupun lampu otomatis jika sewaktu-waktu listrik mati ayam tidak
semburat kemana-mana.
Waktu
berjalan 1 bulan, 2 bulan tanpa ada rintangan yang berarti. Giliran
bulan ketiga mulai ada tanda-tanda harga bahan baku pakan mulai ada
kenaikan yang signifikan. Mulai dari katul, jagung apalagi konsentrat.
Setiap minggu pasti ada kenaikan harga per saknya, karena memang kita
ambil konsentrat dan pakan pullet setiap sepekan sekali. Juga diperparah
dengan harga telur yang terus anjlok dan isu flu burung. Walaupun
kandang kita kita tidak terserang flu burung. Berita selanjutnya adalah
stok uang cash mulai menipis, perlahan namun pasti kelabakan juga,
akhirnya ngutang sana ngutang sini. OK, barangkali kita tunggu 2, 3
minggu lagi, siapa tahu keadaan mulai membaik. Siapa tau harga telur
bisa naik lagi walaupun bahan baku pakan gak turun.
Bertahan
sampai bulan ke-4, walaupun utang semakin menumpuk karena harga telur
tak kunjung membaik. Untuk mengatasi keadaan seperti ini gimana, salah
satu jalan terbaik adalah menjual semua pullet yang siap telur itu
secepatnya. Kebetulan ada teman lama yang dulunya ternak puyuh yang
gulung tikar juga karena terserang flu burung. Dia sanggup menjualkan
pullet saya tapi dia minta komisi 1000 per ekornya. OK kalau gitu. Dua
hari seteleh ketemuan dia menginformasikan bahwa ada yang mau 22ribu dan
butuh 500 ekor. Kalau ya besuk langsung diambil dan langsung dibayar
ditempat. Yo wis kalau gitu. Sore langsung diambil. 3 hari berikutnya
temanku telpon lagi menginformasikan ada yang mau 26ribu dan butuh 400
ekor. Tapi dia minta komisi 2ribu per ekor. Yo wis. Deal. Sorenya
diambil. Jadi sekarang ayamku tinggal 100 ekor.
Ndilalah
setelah kira-kira satu bulan berikutnya harga telur mulai membaik tapi
bahan baku pakan masih tetap. Sepertinya ini indikasi baik karena
memasuki musim panen, hujan sudah mulai jarang dan yang penting sebentar
lagi lebaran. Saya lihat di kalender 4 bulan lagi lebaran. Lebaran
terasa cepat sekali datangnya. Setelah lebaran aku coba merenung,
menganalisa dan menoleh perjalanan 7 bulan kebelakang. Kenapa
hari-hariku penuh dengan perjuangan serta pembelajaran yang begitu
berat. Apa aku harus berhenti sampai disini untuk jadi peternak, tapi
investasi sudah banyak yang dikeluarkan. Buktinya sekarang harga telur
terus membaik, tapi…………. pullet hampir terjual habis. Memang keputusan
yang ekstrim dan sembrono. Orang cerdas pasti mau belajar dengan
kejadian ini.
Yah……
itulah perjuangan seorang peternak pemula dan butuh waktu yang agak
panjang untuk mengerti seni dan iramanya jadi peternak ayam petelur.
SEBUAH PEMBELAJARAN
Tiga
tahun sudah perjalanan saya menjadi seorang peternak tapi jumlah ayam
yang ada hanya 3ribu ekor. Bukan apa-apa. Hanya kendalanya adalah lahan
yang memang hanya menampung segitu. Pinginnya sih ada target 5000 ekor
dulu aja. Yang penting pelan tapi pasti. Serta yang lebih pasti lagi
adalah pembelajaran setelah bergelut dibidang peternakah ayam.
1. Mutlak
diperlukan sebuah perhitungan matang dan ketelitian untuk berinvestasi
dibidang ini (ternak ayam petelur). Bidang ini merupakan investasi yang
resiko tinggi. Tapi resiko yang tinggi pasti dibarengi dengan profit
yang tinggi pula. Kalau Anda punya dana tapi pinginnya aman dan tidak
beresiko sebaiknya disimpan saja di bank pemerintah. Pasti aman tapi
Anda tahun sendiri profitnya berapa. Memang hidup adalah pilihan.
2. Adalah
sangat penting untuk memperhatikan faktor lingkungan sekitar.
Seringkali terjadi penolakan oleh lingkungan sekitar dengan berbagai
alasan misalnya : masalah bau, lalat, penyakit. Flu burung merupakan
penyakit yang sangat ditakuti oleh warga. Apalagi ayam warga yang ada
disekitar kandang kita ada kematian yang banyak serta mendadak, pasti
tudingan mereka adalah kandang kita. Mereka memfonis ayamnya kena flu
burung dan bersumber dari kandang kita. Jadi sebaiknya letak kandang
lebih menjauh dari pemukiman warga.
3. Ada
baiknya sebagai orang Jawa tahu hitung-hitungan bulan Jawa. Kapan bulan
sepi hajatan/mantu, misalnya : bulan Selo dan Suro, hari besar apa yang
paling banyak menyerap telor, misalnya : Lebaran, karena lebaran banyak
orang mudik pulang kampung dan yang jelas mereka banyak bawa uang cash,
kapan waktunya panen (baca : padi), karena saat panen yang pasti petani
juga punya uang.
4. Seperti
sekarang ini oleh orang Jawa disebut paceklik. Kenapa demikian. Saat
ini musim penghujan lagi puncak-puncaknya dan panen baru akan terjadi
1-2 bulan lagi, sedangkan sebelum ini (bulan kemarau kemarin) petani
sebagian besar tidak menanam padi melainkan jagung, kedelai, kacang
hijau dll. Tentu saja mereka kekurangan bahan makan sehingga dengan
segala cara mereka harus menekan pengeluaran sampai pada panen yang akan
datang. Jangankan untuk beli telur untuk beli beras saja sebagian ada
kesulitas. Paceklik memaksan orang untuk menahan hasrat hajatan/mantu,
karena banyak hajatan/mantu equivalen dengan pengeluaran yang banyak.
Mantu equivalent dengan permintaan telur yang meningkat.
5. Harus
tahu seni dan iramanya jadi seorang peternak. Ada saat-saat tertentu
kita memang untung besar dan ada saatnya pula kita tidak untung bahkan
mengalami kerugian. Saat untung besar itu sebaiknya kita nabung yang
banyak dan jangan bersifat konsumtif karena kita harus ingat pada masa
sulit yang terjadi setiap waktu seperti harga pakan yang mahal, telur
tidak terserap pasar, harga telur yang rendah dll, tidak jarang kita
harus nomboki. Pepatah konvensional mengatakan : Sedia payung sebelum
hujan. Prediksi manusia adalah semu. Kita harus berserah kepada Tuhan,
dan yang penting adalah berusaha menghindari kemungkinan terjelek.
Sekian semoga menjadi inspirasi. Thank’s.
Tag :
Ternak ayam
0 Komentar untuk "Awal beternak ayam"