Lingkungan dan Pola Hidup Cacing:
Siklus
hidup cacing adalah cacing ditularkan pada waktu ternak memakan rumput
atau meminum air yang terkontaminasi atau tercemar oleh ternak lain
dengan telur cacing. Bisa juga cacing disebarkan dari induk ke anaknya.
Cacing hidup di usus ternak dan memproduksi banyak telur. Masalah ini
biasa terjadi pada musim hujan. Cacing memang memerlukan kondisi
lingkungan yang basah, artinya cacing tersebut bisa tumbuh dan
berkembang biak dengan baik bila tempat hidupnya berada pada kondisi
yang basah atau lembab. Pada kondisi lingkungan yang basah atau lembab,
perlu juga diwaspadai kehadiran siput air tawar yang menjadi inang
perantara cacing sebelum masuk ke tubuh ternak. Lalu peternak yang
bagaimana yang perlu mendapat perhatian lebih terkait jenis entoparasit
dari golongan cacing ini?
Adalah Drh Rondang Nayati MM Kepala Sub
Dinas Kesehatan Hewan Dinas Peternakan Provinsi Riau menyatakan, ternak
ruminansia lebih rentan terpapar cacing bila dibanding dengan jenis
ternak lainnya. Ternak dimaksud seperti sapi, kerbau, kambing dan domba.
Namun, untuk jenis ternak lainnya, kasus cacingan tetap bisa dijumpai.
“Untuk kasus cacingan pada ternak, fokus kita memang pada ternak
ruminansia terutama sapi dan kambing, karena kedua hewan ini sangat
rentan dan populasinya di Riau juga cukup tinggi,” jelas alumni Fakultas
Kedokteran Hewan Universitas Gajah Mada ini.
Lebih lanjut
dikatakannya, pada peternakan rakyat dengan sistem pemeliharaan yang
masih bersifat tradisional yakni dengan membiarkan ternaknya mencari
pakan sendiri meskipun pada lingkungan yang disinyalir telah
terkontaminasi dengan cacing akan lebih memudahkan ternak terinfestasi
cacing ketimbang sapi yang dipelihara dengan sentuhan pemeliharaan
modern। Manifestasi klinik Fasioliasis tergantung dari jumlah
metaserkaria yang termakan oleh penderita। Dalam jumlah besar
metaserkaria menyebabkan kerusakan hati, obstruksi saluran empedu,
kerusakan jaringan hati disertai fibrosis dan anemia। Frekuensi invasi
metaserkaria sangat menentukan beratnya Fasioliasis. Kerusakan saluran
empedu oleh migrasi metaserkaria menghambat migrasi cacing hati muda
selanjutnya.
Sementara
itu, sumber di Fakultas Pertanian dan Peternakan UIN Suska Riau
menyatakan bahwa rumput sebagai pakan utama ternak ruminansia tetap
dianggap sebagai faktor predisposisi infestasi atau adanya parasit dalam
tubuh ternak. Hal ini dikaitkan dengan siklus hidup cacing sebelum
masuk ke dalam tubuh ternak.
Pada cacing hati misalnya, cacing dewasa
hidup di dalam duktus biliferus dalam hati domba, sapi, babi dan
kadang-kadang manusia। Dikatakan narasumber dari kalangan dokter hewan
itu, bentuk tubuh cacing hati seperti daun dengan ukuran 30 x 2 - 12 mm
dengan bentuk luarnya tertutup oleh kutikula yang resisten, merupakan
modifikasi dari epidermis dan mulut disokong atau dibatasi। Kemudian,
cacing dewasa bergerak dengan berkontraksinya otot-otot tubuh, memendek,
memanjang dan membelok, mirasidium berenang dengan silianya dan
serkaria dengan ekornya. Cacing ini merupakan entoparasit yang melekat
pada dinding duktus biliferus atau pada epithelium intestinum atau pada
endothelium venae dengan alat penghisapnya. Makanan diperoleh dari
jaringan-jaringan, sekresi dan sari-sari makanan dalam intestinum hospes
dalam bentuk cair, lendir atau darah. Di dalam tubuh, makanan
dimetabolisir dengan cairan limfe, kemudian sisa-sisa metabolisme
tersebut dikeluarkan melalui selenosit. Perbanyakan cacing ini melalui
auto-fertilisasi yang berlangsung pada Trematoda bersifat entoparasit,
namun ada juga yang secara fertilisasi silang melalui canalis laurer.
Lalu apa yang harus dilakukan peternak?
“Peternak
harus proaktif menyikapi prilaku dan siklus hidup cacing tersebut,”
jelas alumni Fakultas Kedokteran Hewan UGM Yogyakarta ini. Artinya,
sebelum rumput diberikan kepada sapi atau ternak lainnya, rumput
tersebut perlu diangin-anginkan terlebih dahulu, ini bertujuan agar
Metaserkaria cacing tersebut mati.
Menurut Radiopoetro, suhu yang
diperlukan mirasidium untuk dapat hidup adalah di atas 5-6 °C dengan
suhu optimal 15-24 °C. Mirasidium harus masuk ke dalam tubuh siput dalam
waktu 24-30 jam, bila tidak maka akan mati. Kemudian, telur dari jenis
Fasciola gigantica menetas dalam waktu 17 hari, berkembang dalam tubuh
siput selama 75-175 hari, hal ini tergantung pada suhu lingkungannya.
Terkait
pemberantasan cacing ini, Drh Rondang Nayati MM kembali menegaskan
bahwa tetap bermula dari kemauan peternak, artinya bila peternak
menginginkan ternaknya tumbuh sehat maka peternak harus memperhatikan
kaidah-kaidah beternak yang baik sesuai dengan anjuran yang disampaikan
oleh petugas lapangan. ”Budaya hidup bersih juga dapat diterapkan
seperti membersihkan lingkungan sekitar kandang, menghindari genangan
air dengan cara membuat saluran air, membuang atau mengumpulkan kotoran
sapi dan kotoran jenis ternak lainnya pada satu tempat, sehingga pada
akhirnya, peternak meraup keuntungan bukan saja dari ternak yang
dipelihara, namun keuntungan lain juga datang dari limbah ikutan seperti
pupuk kandang,” pungkas mantan Kepala Laboratorium type B Dinas
Peternakan Provinsi Riau ini.
Mengontrol
Cacing pada Ternak: Drh Johan Purnama MSc dan Taufikurrahman Pua Note
SPt dari SPFS (Special Programme For Food Security) FAO untuk Asia
Indonesia dalam suatu kesempatan menyatakan, “Penggunaan obat anti
parasit internal (cacing) dalam pemeliharaan sapi adalah sesuatu yang
harus dilakukan oleh peternak, karena infestasi cacing adalah suatu
fenomena yang akan terus berulang secara periodik dalam siklus
pemeliharaan.” Menurut sumber SPFS FAO untuk Asia Indonesia, beberapa
tehnik sederhana dalam melakukan kontrol terhadap infestasi cacing pada
ternak sapi dapat dilakukan dengan cara mengatur pemberian pakan dan
mengatur waktu pemotongan rumput, suatu hal yang tentunya tidak dapat
dilakukan bila sapi dibiarkan mencari pakan sendiri di padang rumput.
Diagnosa Tepat Bermanfaat:
Diagnosa
yang tepat pada hewan yang sudah terserang penyakit cacing, akan
memberikan jalan untuk pengobatan yang tepat pula. Untuk ketepatan
diagnosa, narasumber Infovet menyatakan perhatikan gejala yang tampak
pada ternak. Bila ternak tidak ada nafsu makan, katanya, maka periksalah
dulu bagian mulut dan gigi. Periksa juga suhu (kalau tinggi, mungkin
ada infeksi umum). Berikan antibiotika injeksi setiap hari selama 3 - 5
hari. “Bila bukan seperti gejala diatas setelah diperiksa, kemungkinan
penyakit kronis. Hubungi dokter hewan,” katanya. Adapun bila nafsu makan
ternak bagus, ada kemungkinan pakan mutunya kurang baik/ busuk/
berjamur.
Untuk itu narasumber Infovet menyatakan supaya peternak
mengganti pakan. Gejala-gejala bila ternak itu cacingan antara lain:
sapi kurus dan lemah, nafsu bisa kurang, kurang darah (anaemia), lendir
berwarna pucat dan sering mencret. Selanjutnya salah satu metoda untuk
melakukan diagnosa penyakit Cacing Hati (Fasciolasis) pada sapi dan
kerbau, misalnya, adalah dengan menggunakan antigen Fasciola.
Tag :
Peternakan
0 Komentar untuk "WASPADA PENYAKIT CACING !"