Peranan Ubi kayu
Ubi kayu mempunyai peranan penting dan kedudukan yang cukup strategis sebagai penghasil bahan pangan, substitusi karbohidrat beras dalam upaya memenuhi ketersediaan bahan pangan melalui diversifikasi konsumsi bahan pangan karbohidrat non beras dan mempertahankan konsumsi pangan lokal. Di samping itu ubi kayu memberikan prospek bisnis yang menjanjikan dan memberikan keuntungan bagi dunia usaha mengingat komoditas ini permintaannya semakm meningkat baik untuk keperluan bahan pakan, bahan baku industri dalam bentuk gaplek, tapioka maupun berbagai bentuk olahan lainnya.
Produksi ubi kayu sebagian besar digunakan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, sedang sisanya diekspor terutama berupa gaplek dalam bentuk chips dan pellets serta tapioka, hingga saat ini ubi kayu digunakan sebagai salah satu bahan makanan pokok oleh golongan masyarakat tertentu, sedangkan golongan masyarakat menengah ke atas umumnya mengkonsumsi ubi kayu dalam bentuk berbagai makanan tambahan. Menurut Tjahyadi (1989), produksi ubi kayu Indonesia sebanyak 55 persen dikonsumsi sebagai bahan pangan, 1,8 persen untuk pakan, 8,6 persen untuk industri non pakan, 19,8 persen untuk produksi tapioka dan 14,8 persen untuk keperluan ekspor.
a. Bahan Pangan
Ubi kayu bila diolah menjadi tepung ubi kayu dapat dimanfaatkan sebagai lauk pauk dan kue kering di mana tepung ubi kayu atau lebih dikenal dengan farinha banyak dimanfaatkan sebagai makanan pokok oleh suku-suku Indian di Amerika Selatan.
Permintaan ubi kayu untuk konsumsi manusia saat ini tiap tahun semakin meningkat sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk yang membutuhkan bahan pangan karbohidrat, baik sebagai makanan pokok maupun sebagai snack seperti dalam bentuk kripik, rebusan, gorengan, kue, dan sebagainya. Ubi kayu merupakan sumber bahan makanan pokok yang mempunyai kalori tinggi dengan kandungan karbohidrat
persatuan luas lebih tinggi dibandingkan padi, jagung, dan ubi jalar di mana pada tahun 1979 telah dikonsumsi oleh sekitar 200 juta penduduk dunia (Wargiono, 1979).
Menurut Badan Pusat Statistik (2000), ketersediaan untuk konsumsi ubi kayu per kapita per tahun selama kurun waktu sepuluh tahun terakhir terlihat berfluktuasi namun cenderung menngkat. Konsumsi per kapita sebagai bahan makanan selain makanan yang dimasak rumah tangga termasuk juga yang dikonsumsi sebagai makanan jadi. Menurut Badan Pusat Statistik pula bahwa telah terjadi perubahan pola konsumsi penduduk Indonesia pada tahun 1999 dibanding 1996. Pada tahun 1999 makin banyak penduduk yang mengganti beras dengan jagung dan ketela pohon ubi kayu, mengganti ikan, daging, dan telur, dengan tahu dan tempe. Hal ini tentunya erat kaitannya dengan krisis ekonomi dan moneter yang melanda Indonesia sejak tahun
1997. Ubi kayu sangat berpeluang sebagai bahan pangan karbohidrat untuk diversifikasi dan penganekaragaman makanan.
b. Industri
Berbagai kegunaan ubi kayu pada sektor industri antara lain dapat diolah menjadi destrin, citric acid, monosodium glutamat, sorbitol, glukosa kristal,dan dextrose monohydrate. Dekstrin digunakan antara lain pada industri tekstil, kertas perekat polywood dan farmasi/kimia. Citric Acid antara lain digunakan sebagai pemberi rasa asam standar dalam pembuatan makanan dalam kaleng, minuman, jams, jelly, obat-obatan dan dapat pula digunakan sebagai pemberi rasa asam pada sirup, kembang gula, dan saus tembakau serta penyedap dalam pembuatan-pembuatan makanan khusus. Monosodium glutamat dapat dibuat dari ubi kayu dan saat ini sudah di pasarkan sebagai penyedap makanan.
Sorbitol (produk akhir ubi kayu) yang dibuat dari tapioka cair berwarna putih bening seperti gel/putih mengkilat digunakan antara lain sebagai industri kembang gula atau permen dan minuman instan yang produknya mempunyai nilai jual yang tinggi. Produk ini ke depan akan banyak diminati konsumen disebabkan rasanya yang manis tetapi tidak membuat orang terkena kencing manis dan dapat dimanfaatkan sebagai bahan untuk pasta gigi, kosmetik, dan cat minyak. Di Indonesia,
produk ini telah diproduksi oleh pabrik/industri pengolahan ubi kayu antara lain di
Provinsi Lampung dan Jawa Timur.
Glukosa kristal (diperdagangkan dengan nama dextrose monohydrate) adalah hasil kristalisasi larutan hidrolisis yang mengandung kadar glukosa tinggi, sirup glukosa dan high maltosa syrup dipergunakan dalam industri permen, selai, dan pengalengan buah. Dextrose monohydrate lebih banyak digunakan pada industri farmasi dan minuman instan sedangkan High Fructosa Syrup (HFS) merupakan sirup yang sangat murni, bebas dari kandungan logam berat, sisa asam maupn jasad renik, warnanya sangat jemih.
Ubi kayu sebagai bahan baku industri dapat diolah melalui pengembangan industri antara lain melalui:
1. Industri proses dehidrasi yang menghasilkan produ berupa gaplek, tepung tapioka, lem, plywood, kertas dan lain-lain.
2. Industri proses hidrolisa dengan produk berupa gula invert, High Fructosa yrup, dekstrosa, maltosa, sirup glukosa, dan sukrosa yang saat ini umumnya masih diimpor.
3. Industri proses fermentasi yang menghasilkan produk berupa alkohol, butanol, aseton, asam laktat, dan sitrat, sorbitol, monosodyum glutamat dan gliserol.
Pati ubi kayu dapat juga digunakan sebagai bahan baku pembuatan industri alkohol. Industri alkohol di negara-negara maju seperti Amerika dan Eropa menggunakan pati kentang sebagai bahan baku. Pati ubi kayu juga dapat digunakan karena komposisinya tidak berbeda jauh dari pati kentang, bahkan ubi kayu mengandung 5 persen gula yang dapat langsung dijadikan alcohol. Industri pembuatan alcohol dari ubi kayu mempunyai keterkaitan yang tinggi dengan industri hilir, merangsang tumbuhnya industri lain, terutama industri kimia. Industri ini dapat dimasukkan ke dalam industri menengah karena biaya investasinya besar.
Untuk memproduksi 100.000 ton alkohol dibutuhkan luas panen ubi kayu
70.000 ha. Selain untuk alkohol, pati ubi kayu/tapioka banyak digunakan dalam pembuatan dekstrin. Produk ini banyak digunakan pada industri penenunan, kertas, farmasi, rokok, makanan, dan industri lem.
Ubi kayu berpeluang besar menjdi bahan baku etanol yang berfungsi sebagai bahan aditif Bahan Bakar Minyak (BBM) pengganti timbal. Dari hasil penelitian Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi di beberapa negara seperti Eropa, Amerika, serta Brazilia maka etanol sangat cocok sebagai aditif utuk meningkatkan oktan BBM baik bensin ataupun solar.
Tahun 2001 di Indonesia (22 provinsi) terdapat 48 perusahaan pengolahan ubi kayu yang memproduksi tapioka dan seluruhnya mempunyai kapasitas produksi terpasang sekitar 2 juta ton/tahun atau bila kita konversi ke bahan baku umbi segar, maka setiap tahunnya pabrik-pabrik tersebut membutuhkan ubi kayu sebanyak kurang lebih 10 juta ton. Begitu pula untuk perusahaan yang memproduksi gaplek, cassava chips, manioc cubes, sebanyak 18 perusahaan dan mempunyai kapasitas produksi terpasang sekitar 1,2 juta ton/tahun atau membutuhkan ubi segar kurang lebih 3 juta ton/tahun.
Tag :
Pertanian
0 Komentar untuk "Peranan Ubi kayu "