Perdebatan istilah Hukum Adat
Hukum Adat dikemukakan pertama kali oleh [[Snouck Hurgrounje|Prof. Snouck Hurgrounje]] seorang Ahli Sastra Timur dari [[Belanda]] ([[1894]]). Sebelum istilah Hukum Adat berkembang, dulu dikenal istilah ''Adat Recht''. [[Snouck Hurgrounje|Prof. Snouck Hurgrounje]] dalam bukunya ''de atjehers'' (Aceh) pada tahun [[1893]]-[[1894]] menyatakan [[hukum]] rakyat [[Indonesia]] yang tidak dikodifikasi adalah ''de atjehers''.
Kemudian istilah ini dipergunakan pula oleh [[Cornelis van Vollenhoven|Prof. Mr. Cornelis van Vollenhoven]], seorang Sarjana Sastra yang juga Sarjana Hukum yang pula menjabat sebagai Guru Besar pada [[Universitas Leiden]] di [[Belanda]]. Ia memuat istilah ''Adat Recht'' dalam bukunya yang berjudul ''Adat Recht van Nederlandsch Indie'' (Hukum Adat Hindia Belanda) pada tahun [[1901]]-[[1933]].
Perundang-undangan di [[Hindia Belanda]] secara resmi mempergunakan istilah ini pada tahun [[1929]] dalam ''Indische Staatsregeling'' (Peraturan Hukum Negeri [[Belanda]]), semacam [[Undang Undang Dasar]] [[Hindia Belanda]], pada pasal 134 ayat (2) yang berlaku pada tahun [[1929]].
Dalam masyarakat [[Indonesia]], istilah [[hukum]] adat tidak dikenal adanya. [[Hilman Hadikusuma]] mengatakan bahwa ''istilah tersebut hanyalah istilah teknis saja.'' Dikatakan demikian karena istilah tersebut hanya tumbuh dan dikembangkan oleh para ahli [[hukum]] dalam rangka mengkaji [[hukum]] yang berlaku dalam masyarakat [[Indonesia]] yang kemudian dikembangkan ke dalam suatu sistem keilmuan.
Dalam bahasa [[Inggris]] dikenal juga istilah ''Adat Law'', namun perkembangan yang ada di [[Indonesia]] sendiri hanya dikenal istilah '''Adat''' saja, untuk menyebutkan sebuah sistem hukum yang dalam dunia ilmiah dikatakan Hukum Adat.
Pendapat ini diperkuat dengan pendapat dari [[Muhammad Rasyid Maggis|Muhammad Rasyid Maggis Dato Radjoe Penghoeloe]] sebagaimana dikutif oleh [[Amura|Prof. Amura]] : ''sebagai lanjutan kesempuranaan hidupm selama kemakmuran berlebih-lebihan karena penduduk sedikit bimbang dengan kekayaan alam yang berlimpah ruah, sampailah manusia kepada adat''.
Sedangkan pendapat [[Nasroen|Prof. Nasroe]] menyatakan bahwa adat [[Minangkabau]] telah dimiliki oleh mereka sebelum bangsa Hindu datang ke [[Indonesia]] dalam abad ke satu tahun masehi.
[[Mohammad Koesnoe|Prof. Dr. Mohammad Koesnoe, S.H.]] di dalam bukunya mengatakan bahwa istilah Hukum Adat telah dipergunakan seorang Ulama [[Aceh]]<ref>[[Mohammad Koesnoe|Prof. Dr. Mohammad Koesnoe, S.H.]] Hukum Adat Sebagai Suatu Model Hukum</ref> yang bernama [[Syekh Jalaluddin|Syekh Jalaluddin bin Syekh Muhammad Kamaluddin Tursani]] (Aceh Besar) pada tahun 1630.<ref>[[Syekh Jalaluddin|Syekh Jalaluddin bin Syekh Muhammad Kamaluddin Tursani]]. ''Safinatul Hukaam Fi Tahlisil Khasam'' (Bahtera Segala Hakim dalam Menyelesaikan Segala Orang Berkesumat/Bersengketa)</ref> [[A. Hasymi|Prof. A. Hasymi]] menyatakan bahwa buku tersebut (karangan Syekh Jalaluddin) merupakan buku yang mempunyai suatu nilai tinggi dalam bidang hukum yang baik.
Tag :
Hukum
0 Komentar untuk "Perdebatan istilah Hukum Adat"