Determinan Perilaku Merokok
Mengapa seseorang merokok dan menjadi perokok, memiliki alasan yang berbeda-beda. Perilaku merokok adalah perilaku yang kompleks, yang diawali dan berlanjut yang disebabkan oleh beberapa variabel yang berbeda. Awal perilaku merokok pada umumnya diawali pada saat usia yang masih muda (Smet, 1994), dan disebabkan adanya model yang ada di lingkungannya, atau karena adanya tekanan sosial misalnya dinyatakan bukan sebagai teman atau anggota kelompok jika tidak merokok; atau di cap sebagai “banci” / tidak jantan jika tidak merokok (Loeksono dan Wismanto, 1999). Ketagihan terhadap rokok pada umumnya disebabkan oleh interpretasi terhadap efek yang segera dirasakan ketika individu merokok (Vinck, 1993). Pada saat kebiasaan merokok sudah terbentuk, faktor sosial memegang peran penting untuk menjaga perilaku merokok menjadi berlanjut. Di samping hal tersebut di atas, adanya biphasic efek dari nikotin yaitu merokok sebagai pengatur stress : pada situasi stress, nikotin dapat mengurangi stress dan dalam kedaan kurang gairah, nikotin dapat meningkatkan kegairahan (Aston and Stephey, 1982; Warburton and Wesnes, 1986). Hansen et al (dalam Sarapino, 1990) di dukung oleh para ahli lain menyatakan bahwa secara umum perilaku merokok dipengaruhi oleh :
1. Lingkungan sosial. Seseorang mempunyai kebiasaan merokok karena lingkungannya adalah perokok. Evans et al (dalam De Vries, 1989) menyatakan bahwa faktor sosial berpengaruh secara langsung dan tidak langsung kepada individu. Pengaruh langsung berupa menawarkan rokok, membujuk untuk merokok, menantang dan menggoda, pengaruh ini dirasakan kuat pada kelompok remaja. Pengaruh tidak langsung yaitu adanya model yang kuat di lingkungannya, misalkan pimpinan kelompok atau guru atau orang paling cantik/paling cakep dalam kelompok merokok, maka anggota lain juga ikut merokok. Pengaruh tidak langsung ini sulit untuk diamati. Seseorang mungkin tidak merasa bahwa perilakunya dipengaruhi oleh gurunya atau model iklan rokok tertentu.
2. Faktor psikologis. Levy, Dignan and Shirrefs (1993) serta Sitepoe (1997) menyatakan bahwa individu merokok untuk mendapatkan kesenangan, nyaman, merasa lepas dari kegelisahan dan juga untuk mendapatkan rasa percaya diri. Oleh karena itu individu perokok yang bergaul dengan perokok lebih sulit untuk berhenti merokok, daripada perokok yang bergaul atau lingkungan sosialnya menolak perilaku merokok.
3. Faktor Biologis. Banyak penelitian yang menyatakan bahwa semakin tinggi kadar nikotin dalam darah semakin besar pula ketergantungan terhadap rokok (Aston and Stephey, 1982; Warbuton and Wesnes, 1986; Aditama, 1992; Sitepoe, 1997). Perilaku merokok sebenarnya untuk memenuhi kebutuhan kadar nikotin di dalam darah.
4. Faktor Sosio Kultural. Kebiasaan masyarakat, tingkat ekonomi, pendidikan, pekerjaan juga berpengaruh terhadap perilaku merokok. Dari berbagai referensi tersebut di atas, maka tampaklah bahwa adabeberapa determinan perilaku merokok, baik dari determinan yang kuat maupun determinan yang kurang atau tidak begitu kuat.
Tag :
Kesehatan
0 Komentar untuk "Determinan Perilaku Merokok "